Oleh: NASRULLAH, Dosen UIN Alauddin Makassar/ Sekretaris ASDIP PTKI
Hari Pustakawan menjadi sebuah momentum yang penting bagi profesi pustakawan di Indonesia. Di Hari Pustakawan bukan hanya sebagai hari perayaan semata tetapi juga sebagai hari di mana pustakawan harus melakukan refleksi dan pengembangan kompetensi diri untuk lebih memajukan dunia literasi di Indonesia. Hari Pustakawan diperingati setiap tanggal 7 Juli 2024 berdasarkan sejarah Kongres Pustakawan Indonesia yang dilaksanakan pada 5-7 Juli 1973 di Ciawi, Bogor. Tahun ini yang ke-51.
Di tengah arus deras perkembangan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), profesi pustakawan menghadapi tantangan sekaligus peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk tetap relevan dan bahkan unggul di era digital ini, pustakawan perlu menjadi sosok yang berkaliber.
Penulis terinspirasi dari kata Prof. Dr. H. Hamdan, Ph. D Rektor UIN Alauddin Makassar di salah satu pidato akademiknya, beliau mengatakan jadilah “Sarjana Berkaliber” yang memiliki daya jangkau yang luas dan dahsyat. Dari situ penulis mencoba menghubungkan kata berkaliber dengan pustakawan menjadi “Pustakawan Berkaliber”, namun kami mengartikan kata “berkaliber” sebagai akronim dari “Berinovasi, Karya, Literasi, dan Beraksi”. Empat kata ini tentu harus dimiliki oleh seorang pustakawan di era saat ini agar perannya sebagai pengelola informasi terpercaya lebih dahsyat.
Berinovasi
Inovasi adalah kunci kelangsungan hidup dan kesejahteraan di era AI. Pustakawan harus berani keluar dari zona nyamannya dan mencari cara baru dalam mengelola informasi dan melayani pemustaka. Pertama, teknologi AI dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan layanan perpustakaan, seperti sistem rekomendasi buku berbasis AI atau chatbot untuk menjawab pertanyaan umum pemustaka. Membuat program perpustakaan yang menggabungkan elemen digital dan fisik, seperti lokakarya literasi digital atau klub membaca virtual yang memanfaatkan augmented reality, juga merupakan langkah inovatif yang penting.
Selain itu, mengembangkan keterampilan ilmu data untuk menganalisis pola penggunaan perpustakaan dan preferensi pengguna dapat membantu merancang layanan yang lebih personal dan efektif. Melalui inovasi, pustakawan tidak hanya mengikuti perkembangan zaman tetapi juga membentuk masa depan perpustakaan yang lebih dinamis dan relevan. Jadi, jika pustakawan ingin tetap eksis di era AI ini, inovasi-inovasi dari mereka diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan di dunia perpustakaan.
Karya
Di era yang tsunami informasi, pustakawan perlu bertransformasi dari sekadar pengelola informasi menjadi penghasil konten berkualitas. Hal ini dapat dicapai dengan menulis artikel, buku, atau panduan tentang topik tertentu dalam spesialisasi mereka, dengan menggunakan pengetahuan mendalam mereka tentang sumber informasi. Membuat konten digital seperti podcast, tutorial video, atau infografis untuk membantu pemustaka menavigasi lautan informasi dengan lebih efektif juga merupakan cara efektif untuk menciptakan karya yang berharga.
Berkolaborasi dengan akademisi atau profesional lainnya untuk menciptakan karya interdisipliner yang memperkaya khazanah ilmu pengetahuan merupakan langkah strategis lainnya. Dengan menciptakan karya, pustakawan tidak hanya menunjukkan eksistensinya di era digital namun juga memberikan nilai tambah yang signifikan bagi profesinya. Oleh karena itu, pustakawan harus memiliki komitmen untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat.
Literasi
Menjadi literat di era AI tidak hanya sekadar membaca dan menulis, tetapi juga mencakup berbagai keterampilan yang lebih kompleks. Literasi digital adalah kuncinya, kemampuan menggunakan, memahami, dan membuat konten digital secara kritis dan efektif. Literasi data juga sama pentingnya dan mencakup keterampilan untuk menafsirkan, mengevaluasi, dan mengomunikasikan data dalam berbagai format.
Memahami cara kerja teknologi AI, potensi dan keterbatasannya, serta dampaknya terhadap privasi dan etika, yang dikenal sebagai literasi AI, merupakan komponen penting lainnya. Jangan lupa bahwa literasi informasi tetap mendasari kemampuan untuk mengidentifikasi, mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan etis. Dengan mempromosikan literasi multidimensi ini, pustakawan dapat menjadi pemandu yang kuat bagi masyarakat dalam menghadapi kompleksitas era informasi dan kecerdasan buatan.
Beraksi
Terakhir, pustakawan berkaliber harus berani beraksi. Di era AI, ini berarti mengadopsi teknologi baru dan mengintegrasikannya ke dalam layanan perpustakaan. Namun, beraksi juga berarti aktif dalam advokasi literasi dan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab. Pustakawan dapat berperan dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya literasi informasi dan etika digital.
Melalui berbagai kegiatan seperti lokakarya, seminar, dan diskusi, pustakawan dapat menjadi agen perubahan yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan teknologi secara positif. Pustakawan berkaliber adalah mereka yang tidak hanya bereaksi terhadap perubahan, tetapi juga beraksi untuk membentuk masa depan. Membangun kolaborasi dengan institusi pendidikan, perusahaan teknologi, dan organisasi masyarakat untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih kuat juga menjadi langkah penting.
Menjadi pustakawan berkaliber di era AI bukanlah tugas yang mudah, tetapi justru merupakan peluang yang menarik. Dengan berinovasi dalam layanan, menghasilkan karya bernilai tinggi, meningkatkan literasi multidimensi, dan beraksi sebagai agen perubahan, pustakawan dapat memainkan peran yang lebih vital dari sebelumnya. Tantangan memang besar, tetapi potensi untuk membuat dampak positif bahkan lebih besar lagi. Saatnya bagi pustakawan untuk bangkit, beradaptasi, dan memimpin di garis depan revolusi informasi. Dengan menjadi BERKALIBER, pustakawan tidak hanya akan bertahan, tetapi akan berkembang dan bersinar di era AI. (*)