English English Indonesian Indonesian
oleh

Membakar Uang

Dua tahun lalu, seorang mahasiswi pasca, datang menemui saya dengan muka yang sangat sedih. Dia bercerita bahwa dirinya merasa berdosa, tidak tenang dan tidak berberkah dalam menjalani kehidupan bersama suaminya. Semua harta yang dia miliki, dari rumah dan ruko serta mobil cukup mewah serta tabungan ratusan juta terasa hampa dan tidak bernilai di hadapan Tuhan. Dia sadar, bahwa apa yang dilakukan suaminya adalah perbuatan dosa besar. Dengan keimanan yang berusaha dia hadirkan, cahaya kebaikan menerangi hatinya hingga dia ingin keluar dari kepalsuan hidup mewah dan berusaha agar suaminya menghentikan pekerjaan yang kotornya.

Hari berikutnya dia datang bersama suami dan anaknya. Sang suami dengan muka menunduk bercerita tentang pekerjaannya, diselingi rasa malu dengan dada membuncah karena perasaan berdosa yang sangat besar terhadap istri dan anaknya. Bagaimana tidak, dari sejak remaja hingga menikah dan punya anak pekerjaannya adalah bermain judi. Dengan judi hidupnya tidak punya waktu, bahkan ketika Ramadan pun datang tidak ada bedanya dengan hari-hari biasa. Jangan tanya lagi waktu salat. Apalagi setelah judi online muncul, dia sudah melakoninya sejak awal judi online muncul. Hingga dia ketemu dengan orang saleh, dia mulai belajar agama hingga sadar, dan perjuangan terberatnya sekarang adalah bagaimana meninggalkan kebiasaan berjudi.

Nasib orang ini masih lebih baik karena dengan kemauan keras dia ingin keluar dari dunia judi. Banyak cerita menyedihkan, bagaimana judi online memangsa berjatuhnya banyak korban. Ada yang masuk penjara karena mencuri, menjadi stres sampai depresi karena menangnya sedikit tapi amblasnya lebih. Hingga kasus terakhir Polwan tanpa sengaja membakar suaminya karena sebagian gajinya diambil sang suami untuk judi online.

Judi online tidak ubahnya seperti wabah yang menyebar dengan cengkeraman iming-iming keuntungan yang besar apabila menang. Tidak kurang 3,2 juta orang di Indonesia membakar uangnya lewat judi online, dari pelajar hingga ibu rumah tangga. Ada 5.000 rekening berseliweran, dimana lima tahun terakhir perputaran uangnya mencapai 600 triliun dan aliran dananya mengalir ke sejumlah negara di luar negeri. Selain itu, judi online marak karena dimainkan melalui handphone atau komputer. Dengan akses internet, pelaku dapat melakukannya dengan mudah, dimana saja dan kapan saja.

Judi online sendiri telah menjadi penyakit sosial (patologi sosial). Menimbulkan perilaku yang berlawanan dengan kesusilaan, hukum, norma serta berdampak buruk bagi pelakunya. Judi online jadi wabah yang menyerang mental dan hati orang. Sifanya sama dengan miras (minuman keras) dan narkoba yang memunculkan sifat habituasi, adiksi, dan toleran. Habituasi membuat si penjudi online selalu teringat, terkenang, dan terbayang jika berjudi akan bisa menang dan menjadi kaya. Pada penjudi online muncul sifat adiktif, yang membuatnya ingin taruhan terus dan sulit menghentikannya, apalagi jika dia selalu menang. Sifat toleran akan selalu muncul, dimana si pelaku semakin menyatu dengan hidupnya. Jika dia menang, dia akan menambah taruhannya lagi, dengan harapan semakin besar uang yang dia dapat (overdosis).

Tepatlah kiranya firman Allah Swt, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219). Hingga Allah mengharamkannya secara mutlak, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90). Wallahu a’lam (*)

News Feed