FAJAR, MAKASSAR-Tindak pidana di sektor perikanan menjadi atensi khusus Kejati Sulsel. Hal ini tidak terlepas dari wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah laut, termasuk Sulsel.
Kajati Sulsel, Agus Salim mengatakan
sektor perikanan memiliki peran yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia. Selain menjadi sumber pangan bagi masyarakat, perikanan juga menyumbang devisa negara serta membuka banyak lapangan pekerjaan.
Namun demikian, sektor ini tidak luput dari ancaman berbagai tindak pidana, seperti Illegal Unreported And Unregulated Fishing (IUUF) yaitu penangkapan ikan illegal yang tidak dilaporkan dan tidak diatur, praktik perdagangan manusia, serta penyelundupan hasil laut. Kejahatan tersebut tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam maritim.
“Sehingga sangat penting bagi kita, para aparat penegak hukum, untuk memiliki pemahaman dan kemampuan yang mendalam dalam menghadapi segala bentuk kejahatan di sektor ini,” kata Agus Salim saat membuka pelatihan tindak pidana sektor perikanan yang digelar di Hotel Santika Makassar, Kamis (20/06/2024).
Lebih lanjut Agus Salim menuturkan
pelatihan yang dimulai hari ini (kemarin) adalah momen penting bagi peningkatan kapasitas dan kompetensi kita dalam menangani tindak pidana di sektor perikanan. Dengan menghadirkan para narasumber dan instruktur dari berbagai latar belakang, baik nasional maupun internasional.
Dia yakin semua pihak mendapatkan pengetahuan yang kaya dan berguna. Kerjasama antara Badan Diklat Kejaksaan RI dengan United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC)
dalam hal ini PBB, juga merupakan langkah strategis untuk membawa praktik terbaik dan pendekatan-pendekatan baru dalam penanganan tindak pidana perikanan ke dalam sistem penegakan hukum.
“Jajaran Kejati Sulsel merasa sangat terhormat dan berterima kasih atas kepercayaan dan amanah yang telah diberikan pimpinan kejaksaan RI kepada kami untuk menjadi tuan rumah kegiatan,” ucanya.
Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI Tony T Spontana menjelaskan geografis Indonesia terdiri dari 72,5 persen perairan dengan luas 5,7 juta kilometer persegi. Rncian 2,7 juta km persegi zona ekonomi eksklusif (zee), 2,8 juta km persegi laut nusantara, dan 2,7 km2 laut teritorial. Berdasarkan tiga karakteristik laut menurut surut terendah dari bibir pantai tersebut, batas laut indonesia terbagi menjadi zona ekonomi eksklusif, laut teritorial dan landas kontinental.
Menurut data yang dikeluarkan oleh kementerian kelautan dan perikanan yang bekerjasama dengan United States Agency International Development (USAID), perairan Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beragam enam dari tujuh spesies penyu dunia, 593 spesies batu karang, 51 persen spesies karang dunia, 30.000 km habitat rumput laut, 76 persen mangrove asia tenggara, 2.057 dari 2.228 spesies ikan karang dunia, 36 spesies mamalia laut. Semua kekayaan laut tersebut berada di teritorial laut yang sah menjadi milik Indonesia menurut berbagai aturan hukum yang berlaku. tingginya hasil laut indonesia ternyata berakibat pula pada tingginya kasus penangkapan ikan secara ilegal.
Kegiatan penangkapan ikan dapat dikategorikan ilegal apabila dilakukan oleh warga negara asing atau warga negara Indonesia yang menyalahi aturan yang berlaku di perairan yang termasuk ke dalam zona ekonomi eksklusif dan laut teritorial Indonesia. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kerugian negara akibat penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di wilayah laut indonesia mencapai Rp101 triliun pertahunnya. Kejahatan tersebut juga menjadi jalan bagi kejahatan lain seperti perdagangan manusia (human trafficking), penyelundupan obat-obatan terlarang dan perbudakan.
Selain dari pada kasus penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) terdapat juga kasus-kasus unreforted dan unregulated fishing atau yang dikenal dengan IUU fishing. Kerugian yang dialami akibat terjadinya IUU fishing di Indonesia berdampak secara sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. untuk mewujudkan keamanan dibidang kelautan dan perikanan, tertib serta tegaknya hukum dan menjujung tinggi hak asasi manusia maka perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan iuu fishing yaitu upaya preemptif (penanggulangan), upaya preventif (pencegahan), dan upaya represif (penindakan).
Masih maraknya kapal ikan asing yang mencuri ikan di perairan indonesia menjadi salah satu tantangan yang tidak ringan bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa dalam menangani dan menyelesaikan kasus tersebut. Tidak hanya memahami ketentuan yang terdapat dalam UU No 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No 45 Tahun 2009 tentang perikanan, tetapi juga harus memahami berbagai konvensi dan ketentuan internasional lainnya terkait permasalahan perikanan dan kelautan seperti UNCLOS, Agreement on port state measures, konvensi lainnya seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), The United Nations conventions Against Transsnational Organized Crime (UNTOC) dan masih banyak lagi ketentuan perundang-undangan terkait lainnya.
Badan Diklat Kejaksaan yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka mempersiapkan SDM khususnya jaksa tentu saja harus berkoordinasi dan mensinkronisasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan baik materi dan metode pelatihan. Dengan melakukan kerjasama antar instansi atau lembaga pemerintah maupun non pemerintah baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang disesuaikan dengan kebutuhan institusi dan perkembangan hukum masyarakat
“Pelatihan ini adalah satu upaya badan diklat kejaksaan dalam rangka pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Aehingga dapat memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi para jaksa peserta pelatihan dalam bertugas dilapangan,” bebernya. (edo)