Namun gencatan senjata selama seminggu di bulan November berhasil menjamin kembalinya 105 tahanan Israel dengan imbalan sekitar 240 tahanan Palestina.
Perlu dicatat bahwa angka-angka dalam pertukaran ini adalah contoh lain dari rasisme yang sudah mengakar. Tahanan Israel selalu dianggap lebih berharga dibandingkan tahanan Palestina. Hal ini menjadi lebih jelas lagi pada tahun 2006 ketika Israel menukar lebih dari 1.000 tahanan Palestina dengan seorang tentara Israel.
Namun kini Israel menolak gencatan senjata permanen dan pertukaran yang menyertainya.
Menurut kelompok pendukung tahanan Israel, pemerintah Israel ‘mengorbankan’ warga negaranya sendiri. Hal ini sejalan dengan protokol militer Israel yang disebut Petunjuk Hannibal.
Laporan dari seorang mantan tentara Israel mengatakan bahwa arahan yang dilaporkan dikeluarkan secara lisan menyatakan bahwa lebih baik seorang tentara membunuh sesama Israel daripada membiarkan Hamas menangkap mereka.
Salah satu pendiri organisasi Israel Breaking the Silence Yehuda Shaul mengatakan, “Kami ingin mencegah [penangkapan tentara] dengan segala cara, bahkan dengan mengorbankan kematian prajurit tersebut.”
Israel mengatakan Petunjuk Hannibal tidak digunakan dalam serangan yang sedang berlangsung terhadap Gaza. Namun Israel juga mengklaim hal itu pada tahun 2014 hingga bocoran audio mengungkapkan sebaliknya.
Penolakan langsung pemerintah Israel untuk bernegosiasi menunjukkan pengabaian terhadap hak asasi manusia dan penentuan nasib sendiri Palestina.