Oleh: Zul Agung,
Mahasiswa UNM
Jeneponto, sebuah wilayah di Indonesia yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan, memiliki warisan sejarah yang kaya dari kerajaan-kerajaan kuno. Eksplorasi distribusi kekuasaan politik di Jeneponto sangat menarik.
Pada dasarnya, tujuan dari distribusi kekuasaan politik di Jeneponto adalah untuk membentuk keseimbangan, harmoni, dan tatanan politik dengan mematuhi prinsip check and balance. Pembagian kekuasaan politik, yang mencegah otoritas terpusat dalam satu institusi atau partai, memupuk keseimbangan, harmoni, dan tatanan. Hal ini sejalan dengan konsep check and balance, yang vital bagi tata pemerintahan Jeneponto untuk memastikan prinsip-prinsip demokratis. Ini mensyaratkan pengawasan saling antar unsur pemerintah untuk mencegah setiap institusi atau partai dari penyalahgunaan kekuasaan.
Check and Balance mengalokasikan fungsi dan wewenang yang berbeda untuk setiap institusi, penting untuk kelangsungan tata pemerintahan. Mekanisme ini mengurangi tumpang tindih kekuasaan dan wewenang di antara institusi, memastikan bahwa kekuasaan tidak terpusat dalam satu entitas.Selain itu, distribusi kekuasaan politik bertujuan untuk mencegah dominasi kekuasaan oleh kelompok atau faksi tertentu. Dominasi kekuasaan kadang-kadang muncul ketika otoritas terkonsentrasi dalam satu institusi atau pemerintah. Dominasi kekuasaan horizontal terjadi dalam ketiadaan pembagian kekuasaan di antara institusi setara, sementara dominasi kekuasaan vertikal muncul ketika otoritas hanya berada di pemerintah pusat.
Pemaparan di atas menunjukkan idealitas dari strata politik dalam situasi dan kondisi yang seharusnya. Namun, pada wilayah Butta Turatea yang menekankan keselarasan mayoritas dalam memilih pemimpin menjadi problem yang masih belum terselesaikan hingga saat ini. Dalam ranah politik, masyarakat Jeneponto lebih berpihak pada beberapa Identitas yang menjadi tolok ukur memilih pemimpin, sehingga poin lain yang menunjukkan kualitas dan pengalaman cenderung dikesampingkan.Jika politik identitas tidak segera diatasi, hal ini dapat berdampak buruk pada stabilitas sosial dan politik.
Strata politik dalam sebuah negara menjadi inti dari dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang membentuk identitas bangsa. Memahami strata politik tidak hanya sebatas pada struktur pemerintahan formal, namun juga memperhatikan nilai-nilai, kepentingan, dan dinamika kekuasaan yang mempengaruhi interaksi antara pelaku politik. Dalam esai ini, saya akan mengulas pentingnya membangun landasan strata politik yang optimal untuk mencapai masyarakat yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif.
Salah satu prinsip utama dalam pembentukan strata politik yang optimal adalah demokrasi yang berfungsi. Demokrasi tidak hanya berarti proses pemilihan umum, melainkan juga mencerminkan partisipasi aktif warga pada pengambilan keputusan politik. Demokrasi yang sehat menjamin perlindungan hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan keseimbangan kekuasaan antara institusi pemerintahan. Dengan demikian, landasan strata politik yang optimal memastikan keterbukaan, akuntabilitas, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Keseimbangan kekuasaan
Pentingnya keseimbangan kekuasaan juga menjadi titik penting dalam strata politik yang ideal. Pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta adanya mekanisme checks and balances, mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan keputusan politik diambil dengan cermat dan adil.
Keseimbangan kekuasaan juga memberikan ruang bagi keragaman politik dan inklusi bagi semua kelompok masyarakat, sehingga setiap suara didengar dan dihargai.Aspek keadilan sosial juga tak dapat diabaikan dalam landasan strata politik yang optimal. Sistem politik yang memperhatikan keadilan sosial akan melindungi kelompok rentan, mengurangi kesenjangan sosial, dan memastikan akses yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan. Dengan demikian, strata politik yang optimal tidak hanya menciptakan kekayaan, tetapi juga mendistribusikannya secara adil demi kesejahteraan bersama.
Maka dari itu, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang aktif menjadi pilar penting dalam landasan strata politik yang optimal. Keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan politik, serta akuntabilitas pemimpin terhadap rakyatnya, membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik. Partisipasi publik yang aktif, baik melalui pemilihan umum maupun melalui berbagai mekanisme keterlibatan langsung, seperti referendum dan dialog publik, memastikan suara rakyat didengar dan diwujudkan dalam kebijakan publik.
Dalam menghadapi tantangan menuju strata politik yang optimal, diperlukan upaya mengatasi korupsi, memperkuat lembaga-lembaga demokratis, dan memperjuangkan hak asasi manusia. Namun, dengan komitmen kolektif untuk membangun masyarakat yang lebih baik, strata politik yang optimal bukanlah sekadar mimpi, tetapi tujuan yang dapat diwujudkan.Dengan demikian, membangun landasan strata politik yang optimal merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan melibatkan partisipasi aktif warga, mendorong akuntabilitas dan transparansi, serta memperjuangkan keadilan sosial, kita dapat mencapai strata politik yang mencerminkan aspirasi dan nilai-nilai kita sebagai bangsa.
Hadirnya politik identitas menimbulkan berbagai dampak yang tentunya bertentangan dengan kepentingan sosial. Politik identitas cenderung meningkatkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat. Tanpa pengelolaan yang tepat, polarisasi ini dapat semakin memburuk, menciptakan perpecahan yang mendalam antar kelompok, melemahkan solidaritas sosial dan membahayakan stabilitas sosial.Konflik antar kelompok Politik identitas seringkali menimbulkan konflik antar kelompok.Ketidakpuasan, ketidakadilan, dan diskriminasi identitas dapat menimbulkan ketegangan antar kelompok yang berbeda dan berujung pada konflik berskala besar yang merugikan banyak orang.
Mengabaikan prioritas fokus yang berlebihan pada politik identitas dapat mengaburkan prioritas yang mempengaruhi seluruh anggota masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan terabaikannya isu-isu seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup, yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat.Krisis kepercayaan masyarakat Politik identitas yang terlalu dominan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan pemerintah.
Ketika masyarakat merasa bahwa kepentingan mereka tidak terwakili secara adil oleh para pemimpin dan lembaga-lembaga mereka, hal ini akan menyebabkan menurunnya kepercayaan dan legitimasi terhadap pemerintah, yang kemudian menyebabkan lambatnya pembangunan sosial dan ekonomi serta penurunan status sosial dan pembangunan ekonomi negara tersebut terhambat. Investasi di bidang infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan perekonomian seringkali terhambat oleh ketegangan politik yang terus berlanjut, yang menghambat kemajuan sosial dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Politik identitas yang mengacu pada beberapa ranah, seperti agama dan etnis. Agama mayoritas di Jeneponto adalah Islam. Sebagai penganut agama Islam, calon pemimpin daerah berlomba-lomba menunjukkan kesalehan dan keterlibatan mereka dalam agama, serta meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pemimpin yang beragama taat dan peduli terhadap rakyatnya.Esensi dari demokrasi adalah persamaan hak dan kewajiban yang perlu kita tekankan.
Identitas yang paling sering didapati dalam ramah politik di Butta Turatea ini adalah “kebangsawanan”, atau dalam budaya Makassar dikenal sebagai keturunan karaeng. Keturunan karaeng begitu dihormati secara tinggi dalam masyarakat. Terdapat kecenderungan untuk memilih pemimpin daerah yang berasal dari keturunan bangsawan karena masyarakat masih memegang teguh tradisi lama dan sistem “feodalisme” yang masih berlangsung. Hal ini menjadi peluang yang begitu besar dalam memasifkan suara masyarakat klien yang terus berupaya mengikuti golongan atas, mengikuti dalam artian terus berupaya ada pada barisan yang sejalan dengan arus sejarah dari masa ke masa.
Bentuk kepatuhan terhadap sesuatu yang telah berlangsung secara berkala ini seharusnya tidak menjadi patokan utama dalam memilih pemimpin, karena pemimpin yang didambakan pada ranah demokrasi adalah mereka yang memiliki kapasitas dan gagasan yang dapat menunjang segala aspek untuk kepentingan sosial. Paradigma seperti ini membuat politik menjadi cacat secara demokratis, karena tak sesuai kaidah dan ketentuan dalam penerapan sistem demokrasi itu sendiri, mereka yang tak memiliki gelar bangsawan akan terkendala dalam menarik simpati masyarakat, padahal bisa saja mereka lebih unggul dalam instrumen yang lebih diperlukan dalam memimpin sebuah wilayah.
Kebangsawanan
Kebangsawanan adalah value yang menjadi pokok utama keberhasilan dalam pemilihan pemimpin hingga saat ini, hal tersebut terjadi karena paradigma pikir masyarakat yang merasa memang harus memerhatikan hal tersebut sebagai bagian yang begitu penting dalam berdemokrasi. Para calon pemimpin dalam ranah berkampanye pastinya akan menonjolkan sifat kebangsawanan atau gelar “karaeng” yang dimiliki untuk menarik perhatian dan keberpihakan rakyat. Dengan demikian, demokrasi menjadi sesuatu yang tak spesial lagi untuk beberapa kelompok yang kontra, ajang yang seharusnya dipakai untuk mengemukakan ide serta gagasan terbaik, harus teralihkan pada fokus satu entitas saja, yakni ranah darah biru.
Maka dari itu, politik dengan identitas menjadi pendorong yang menjanjikan hasil relevan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tetapi hal seperti ini tidak bisa jika terus dibiasakan dan berlangsung secara berangsur – angsur, pemuda memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman yang bersifat konklusif kepada masyarakat agar tak melihat calon pemimpin hanya berdasarkan faktor – faktor identitas yang mereka bawa, tetapi juga harus mempertimbangkan gagasan aktual yang sejalan dengan apa yang diperlukan oleh bangsa, terkhususnya daerah kita Butta Turatea ini. kita ketahui bersama bahwa sesuatu yang diperlukan bersifat reformasi dalam membawa arah tujuan sosial bermasyarakat bisa terpenuhi oleh para pemimpin yang kita dukung.
Pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk masa depan masyarakat, terutama dalam melawan politik identitas. Dengan menyadari betapa pentingnya inklusivitas, toleransi, dan penghargaan terhadap keberagaman, kita harus mengambil tindakan nyata untuk mendukung perubahan yang positif. Dengan cara menggunakan pendidikan dan kesadaran sebagai alat utama, mengatur seminar, lokakarya, dan kampanye edukasi untuk membuka mata masyarakat tentang bahaya politik identitas. Langkah selanjutnya adalah melalui aksi sosial dan advokasi, di mana pemuda menjadi suara bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau menjadi korban politik identitas. Mereka menyerukan perubahan kebijakan yang inklusif dan mendukung hak-hak semua warga tanpa memandang identitas mereka.
Fokus selanjutnya adalah membangun jembatan antara kelompok, di mana pemuda memfasilitasi dialog, pertukaran budaya, dan kolaborasi untuk memperkuat pemahaman dan mengatasi stereotip di antara kelompok-kelompok tersebut. Sementara itu, penggunaan teknologi dan media sosial menjadi sarana yang efektif bagi pemuda untuk menyebarkan pesan perdamaian, toleransi, dan persatuan, serta menentang retorika politik identitas yang memecah belah. Melalui partisipasi politik aktif, pemuda memilih pemimpin yang mewakili nilai-nilai keberlangsungan yang menyelaraskan keberagaman dan terlibat dalam organisasi politik atau kampanye yang bertujuan untuk menangani politik identitas. Dengan berbagai langkah ini, pemuda bukan hanya menjadi agen perubahan, tetapi juga fondasi utama dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan bersatu.
Pemuda menjadi harapan yang akan terus berkontribusi secara masif dalam pergerakannya, beban kita tak hanya serta – merta mengenai masa depan secara personal yang kita dambakan bersama, tetapi langkah yang kita buat juga harus mencerminkan arah untuk daerah kita dalam berbagai aspek, mengawal demokrasi politik dan sistem pemerintahan merupakan perwujudan dari kontribusi kita. (*)