Sebelumnya, para penggugat mendapatkan informasi pemberhentian dari PT SCI Perseroda pada 26 Februari 2024. Namun, mereka belum mendapatkan surat keputusan, termasuk surat panggilan yang sah, termasuk menggunakan hak untuk membela diri.
“SK pemberhentian itu baru diterima klien kami pada 1 Maret 2024,” kata Acram.
Acram mengatakan, para kliennya tidak pernah mendapat pemberitahuan mengenai alasan pemberhentian sampai dengan
diserahkannya SK tersebut.
“Klien kami juga sama sekali tidak pernah mendapatkan teguran, baik lisan maupun tulisan. Itu sebabnya, kami mengajukan upaya administrasi dan mengajukan gugatan usaha negara,” urai Acram.
Selanjutnya, kata Acram, tergugat juga mengangkat pelaksana tugas untuk menggantikan para tergugat berdasarkan SK Nomor: 221/II/Tahun 2024 tanggal 22 Februari 2024. Acram menilai tergugat tidak memberikan kepastikan hukum, karena tidak memperhatikan ketentuan perundang-undangan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah, termasuk dalam hal pengangkatan dan pemberhentian direksi perusahaan.
“Akibat keputusan tanpa alasan yang sah dan patut itu menimbulkan kerugian bagi penggugat dalam hal ini nama baik para penggugat,” ujar Acram.
Atas fakta-fakta tersebut, sambung Acram, pihaknya meminta PTUN Makassar membatalkan SK pemberhentian direksi PT SCI Perseroda. Selain itu, hakim PTUN diminta untuk mewajibkan kepada tergugat mencabut SK 220 dan mengembalikan para direksi tersebut ke posisi semula.
Polemik direksi PT SCI Perseroda makin runyam atas gugatan di PTUN Makassar tersebut. Sebelumnya, satu gugatan lain juga tengah bergulir di Pengadilan Negeri Makassar dengan nomor perkara perkara Nomor: 80/Pdt.G/2024. (*)