Jelas-jelas ia adalah Kayla, lalu siapa yang ada di hadapannya ini? Mengapa ada dirinya yang lain? Detik berikutnya ia berlari ke toilet. Lagi-lagi ia dibuat terkejut oleh pantulan cermin yang Kayla tahu adalah Akira.
Apakah jiwa mereka tertukar? Tapi tidak mungkin, itu hanya ada dalam drama yang pernah ditontonnya.
Daripada berdiam diri di toilet, Kayla memilih keluar guna mencari tahu. Guru menyuruh mereka berlatih basket sementara ia rapat. Semua di sekelilingnya terlihat normal, lalu dirinya yang lain terlihat terus meliriknya. Rasanya itu bukan pertanda baik.
Lihat saja, semua bola mengarah padanya. Pelakunya hanya tertawa tak berniat meminta maaf. Bukan hanya itu, entah berapa kali ia menahan sakit ketika dirinya yang lain itu sengaja menyenggolnya. Kepala, lutut hingga telapak tangannya terasa nyeri.
“Apa hah? Berani lo melotot begitu!,” hardik Kayla padanya.
“Lo sengaja kan!,” balasnya diliputi amarah.
“Ohhh sekarang udah berani yah ngelawan!,” lanjut Kayla sebelum ia berdiri dan menarik rambutnya, meluapkan emosi atas perlakuan yang diterima sejak tadi.
Lapangan menjadi kacau. Dua orang yang saling menjambak dan memaki itu, dikelilingi oleh siswa lain yang bukannya melerai malah hanya menyoraki mereka.
“AAAARGHHH!!!,” teriaknya dengan napas menderu. Anak-anak yang tadinya mengelilingi mereka menghilang.
“Hah? Ini di kamar?”
Yah, Kayla ada di kamarnya, bukan lagi di sekolah.
Sejak memasuki gerbang sekolah, siswa lain kembali menyapanya. Tiba di kelas, Kayla mendapati dua temannya melambai padanya. Dengan takut-takut ia melirik ke belakang, setelah memastikan Akira duduk di bangkunya tanpa pergerakan berarti, barulah ia merasa lega.