Oleh: Alfitra Mappunna, Alumni S1 Fakultas Hukum UMI, Koordinator Bersama Indonesia Chapter Makassar
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan politik tertinggi (supreme political authority) dan kedaulatan (Sovereignty) berada di tangan rakyat.
Indonesia telah memilih demokrasi sebagai konsep dasar bernegara yang menghendaki derajat kesetaraan dan kesejahteraan dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Sistem demokrasi di Indonesia dipertegas dalam pelaksanaan pemerintahannya sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 1 ayat 2, bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
Montesquieu sebagai filsuf hukum menuturkan bahwa ada dua jenis pengrusakan yakni, ketika seseorang tidak memperhatikan hukum dan ketika hukum merusak mereka, sehingga hukum tidaklah dapat didudukkan pada nilai-nilai kebebasan yang berproyeksi pada kepentingan individu/personal maupun kelompok/golongan, melainkan hukum meliputi kepentingan bersama yang tidak memandang aspek individu/personal ataupun kelompok/golongan.
Pemangku kewenangan yang bertautan pada penghasil kebijakan publik dilahirkan oleh proses pemilihan umum (Pemilu) yang begitu dekat dengan ruang-ruang politik. Pemilu adalah ritual dari jalannya demokrasi. Ritual dapat menjadi baik ataupun buruk ditentukan oleh kehendak komponen pelaksana demokrasi, mulai dari pihak penyelenggara hingga masyarakat yang berpartisipasi dalam ruang demokrasi.
Di persimpangan jalan
Pemilu adalah salah satu ujian dari pada proses melunasi janji kemerdekaan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga pemilu tidak dimaknai hanya sekadar pesta dan keramaian berdemokrasi, melainkan pelembagaan demokrasi. Kehadiran pelembagaan demokrasi ditujukan untuk menghujani ketajaman pikiran rakyat yang mampu menilai dan memilih sebaik-baiknya pemimpin, sebab segala bentuk penyimpangan dalam demokrasi hanyalah temporer, jika semangat mencintai Tanah Air tanpa menghilangkan nalar kritis tetap lestari.