MAKASSAR, FAJAR–Bank Indonesia (BI) mesti memutar otak. Konflik global bisa membuat rupiah terus tergerus.
Krisis di Timur Tengah antara Israel vs Iran dan sekutu masing-masing masih berlangsung. Terakhir serangan Iran ke Israel, juga berbalas pada Jumat, 19 April. Israel menyerang balik Iran.
Konflik ini berpengaruh pada terjadinya kelangkaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) di pasaran. Sehingga hal tersebut memicu terjadinya kenaikan harga. Kenaikan harga berimbas pada inflasi di Amerika Serikat yang belum reda.
Lantaran inflasi belum turun, maka Bank Central Amerika (The Fed) belum menurunkan tingkat suku bunga. Dengan demikian, akan terjadi pelarian dana di dalam negeri keluar, yakni ke Amerika Serikat.
“Semua hal itu akan menimbulkan akibat, yakni kurs rupiah melemah terhadap mata uang USD,” ucap Analias Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui, kemarin.
Apabila tidak ada intervensi oleh Bank Indonesia (BI) dan pihak The Fed belum menurunkan tingkat suku bunga, kemungkinan rupiah akan terus melemah.
“Jadi Bank Indonesia harus melakukan intervensi di pasar uang sehingga pelarian dana ke luar dapat teratasi,” ujarnya. Saat ini langkah awal yang harus dilakukan adalah devisa mesti digolontorkan untuk mengerem melemahnya nilai rupiah.
Bukan hanya itu, dampak yang ditimbulkan jika dolar menguat, yakni inflasi akan terjadi. Karena terjadi kenaikan harga barang-barang impor. “Besar kemungkinan hal tersebut terjadi, tergantung inflasi di Amerika yang ada kaitannya dengan kebijakan tingkat bunga oleh Fed,” ucapnya.