Oleh: Dian Fitri Sabrina, Dosen Hukum Konstitusi
Prediksi putusan Mahkamah Konstitusi mendatang adalah mengabulkan seluruh permohonan pemohon dilihat dari segi hukum, etika dan moral. Pelanggaran hukum yang dilakukan penyelenggara pemilu menjadi alasan kuat Gibran akan didiskualifikasi. Proses pendaftaran Gibran berlangsung 19-25 Oktober 2023 namun aturan yang digunakan masih Peraturan KPU No.19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur syarat ‘berusia paling rendah 40 tahun’. Sementara Gibran belum genap 40 tahun, tapi KPU menerima dan menetapkan pendaftaran tersebut. Artinya dari segi hukum, proses administrasi telah cacat hukum. Hal tersebut mengakibatkan pencalonan Gibran dianggap hal yang tidak wajar dan terlalu dipaksakan.
Hal lain yang menjadi alasan kuat hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan pemohon adalah persoalan etika dan moral. Putusan yang menimbulkan konsekuensi akibat pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Penyelenggara Pemilu. Proses pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 juga didapatkan banyak sekali kecurangan yang dilakukan secara terbuka misalnya dugaan bansos yang dipolitisasi, kertas suara yang telah tercoblos hingga manipulasi pemilu yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk memenangkan salah-satu pasangan calon. Hal tersebut dapat menjadi alasan hakim Mahkamah Konstitusi melakukan pemilu ulang.
Kasus pelaksanaan pemilu ulang bukanlah hal yang baru terjadi. Di beberapa negara telah terjadi pemilihan ulang presiden diantaranya, Austria, Ukraina, Thailand, Bolivia, Malawi, dan Kenya. Proses pembatalan pemilu dilakukan karena ditemukan banyak kecurangan, manipulasi pemilu dalam proses pemilu. Hal inilah yang menjadi alasan kuat Mahkamah Konstitusi diprediksikan akan memerintahkan dilakukannya pemilu ulang.