Oleh; Suf Kasman, Dosen UIN Alauddin Makassar
Menjelang usia taklif (mukallaf), dada Nabi Muhammad ﷺ dibedah, guna ritual penyucian 𝐡𝐚𝐭𝐢 oleh penghulu Malaikat Jibril as.
Penyucian 𝐡𝐚𝐭𝐢 dilakukan berkali-kali dengan air Zam-zam, agar kotoran tidak ada yang tersisa. Mikail asisten Malaikat Jibril as bertanya “Mengapa selalu dicuci 𝐡𝐚𝐭𝐢nya Muhammad ﷺ, bukankah 𝐡𝐚𝐭𝐢 Beliau paling bersih se-universum jagat raya”?
Jibril menjawab, “Agar 𝐡𝐚𝐭𝐢nya Beliau berkecambah nur kemuliaan”. Ibarat beli Toyota Avansa Baru dari showroom mobil, sesampainya di rumah dicuci lagi, agar bertambah mengkilap. Begitu kira-kira!
Seandainya ada instruksi agar semua 𝐡𝐚𝐭𝐢 manusia dibedah juga, lalu dicuci air PDAM mengharap kebersihannya, seperti penyucian 𝐡𝐚𝐭𝐢 Muhammad ﷺ.
Saya pastikan, meski se-container air PDAM dibasuhkan, tidak akan bersih, harus dirinso 𝘱𝘭𝘶𝘴 dibacklink. Soalnya, sejak usia kecil telah berkerumun penyakit 𝐡𝐚𝐭𝐢, seperti ghiba, marah, rakus, sombong, dengki, iri 𝐡𝐚𝐭𝐢, dll.
Aneka penyakit 𝐡𝐚𝐭𝐢 itulah menelurkan duka sehingga merana menderu bagai bunyi air terjun Bantimurung, komplikasi 𝐡𝐚𝐭𝐢 yang tersayat-sayat.
Ya, tidak sedikit orang yang bermasalah 𝐡𝐚𝐭𝐢nya, hari-hari terlewati dengan 𝐡𝐚𝐭𝐢 yang pilu. Serasa hampa dan menghimpit 𝐡𝐚𝐭𝐢 menepis gundah dan nestapa yang membuncah.
Andai puak-puak mayapada bisa meniru kelembutan 𝐡𝐚𝐭𝐢 Rasulullah ﷺ yang bersih, sedikit saja menjiplak kecemerlangan 𝐡𝐚𝐭𝐢 namus rahmatnya, akan sempurnalah pribadi ini.