Oleh : Muliyadi Hamid
Akhirnya dua pasangan capres yang dinyatakan ‘kalah’ oleh putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 20 Maret 2024 menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan nomor 1, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta pasangan nomor 3, Ganjar Pranowo–Mahfud MD menempuh jalur konstitusional menuntut keadilan penyelenggaraan pemilu tahun 2024. Melalui tim hukum keduanya sudah mendaftarkan permohonannya dua hari pasca pasangan 02, Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai pemenang. Jika dilihat dari selisih suara kedua pasangan penggugat terpaut sangat jauh dengan jumlah suara pemenang. Selisihnya bahkan mencapai lebih dari 40%.
Jika mendasarkan pada pengalaman selama ini, MK dapat menerima dan melanjutkan proses pengujian jika jumlah selisih suara tidak terpaut jauh. Atau setidaknya dapat memengaruhi hasil jika terbukti pada TPS yang diduga terjadi kecurangan dilakukan penghitungan ulang atau pemungutan suara ulang. Jika jumlahnya terpaut sangat jauh dan sulit memengaruhi hasil jika hanya terjadi kecurangan di sebahagian kecil TPS, maka biasanya permohonan ditolak. Hanya saja, tentu jika pemohon diyakini dapat menunjukkan bukti-bukti terjadi kecurangan atau pelanggaran pemilu yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), maka mungkin saja hakim MK akan meneruskan menangani perkara yang diajukan.
Masyarakat tentu sangat mengharapkan kasus ini bisa diproses dan dapat disaksikan melalui persidangan yang terbuka untuk umum. Sebab jika ini terjadi, berarti permohonan para pemohon dapat meyakinkan hakim jika bukti-bukti pelanggaran yang akan diajukan dapat memengaruhi hasil pilpres. Sebab memang tim hukum kedua pasangan juga sangat meyakini dapat membuktikan bahwa kecurangan dan pelanggaran pemilu, mulai dari proses pencalonan, masa kampanye, proses pemungutan suara, bahkan saat penghitungan suara secara berjenjang benar-benar terjadi secara masif, terstruktur, dan sistematis.