Oleh: Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin
Saya terpengaruh dari pembaca untuk melanjutkan membahas tentang “jatuh” dalam kaitannya dengan takdir. Apakah jatuh ala mangga atau pohon kelapa itu takdir atau pilihan? Saya jawab secara sederhana, menjadi mangga atau menjadi kelapa itu adalah takdir. Tidak ada daya mangga untuk memilih dan mengubah dirinya menjadi kelapa. Demikian pula sebaliknya.
Cara jatuhnya mangga atau kelapa juga adalah takdir. Karena model pohon mangga yang ditakdirkan berakar tunggang, ia tumbuh menjadi pohon yang berdahan dan beranting. Lain halnya dengan pohon kelapa. Ia ditakdirkan menjadi pohon yang berakar serabut, jadinya tumbuh menjadi pohon yang lurus ke atas, istilah guru Biologi, tumbuhan yang berkeping satu. Dengan takdir itu, buahnya jatuh dengan cara berbeda pula.
Ada upaya untuk menyiasati takdir pohon mangga dan pohon kelapa tapi lebih kepada metode persilangan atau kita sebutlah sebagai kawin silang. Sama juga dengan buah kelapa. Tapi dari keduanya, tidak ada yang bisa melintasi takdir kemanggaannya atau kekelapaannya. Kita belum pernah mencoba mangga rasa kelapa atau melihat kelapa berbentuk setengah mangga. Yang ada mungkin jus kelapa mangga, yang rasanya belum bisa saya bayangkan.
Pada aspek ini, saya hanya berspekulasi dengan menggunakan “common sense,” karena ini masalah biologi tumbuhan, apalagi menyinggung yang disebut persilangan, yang menjadi bagian dalam ilmu Biologi. Atau kita sebut saja sebagai “teologi buah,” supaya terkesan ada kebaruan.