Jadi gambaran di atas, menjelaskan bahwa baik buah mangga maupun buah kelapa, sudah memiliki paket takdir, mulai dari pembentukan dirinya, tumbuhnya, sampai pada jatuhnya. Kedua buah itu tidak bisa menghindar dari takdir yang sudah digariskan untuknya. Yang bisa terjadi pada kedua buah itu adalah menyiasati takdirnya atau dalam bahasa motivasi saya “melawan takdir” yang bermakna melawan persepsi takdir yang keliru.
Meskipun kedua buah ini sudah pasti jatuh, dan memiliki esensi kejatuhan yang berbeda, namun dari cara memahami takdir, keduanya bisa disiasati supaya jatuh secara terhormat, utuh, tidak retak, apalagi pecah. Menyiasati takdir inilah membutuhkan campur tangan. Disinilah ilmu pengetahuan bekerja, yang menghasilkan teknologi. Persilangan pohon mangga dilakukan sehingga tidak perlu dipanjat, bisa dipetik. Sama dengan pohon kelapa, dengan sains lahirlah kelapa hibrida. Untuk mengambilnya tidak perlu menunggu jatuh, bisa dipetik. Jadi menyiasati esensi takdir itulah yang perlu dipelajari.
Akhirnya, kita akan pasti jatuh. Kita juga sudah tahu kalau jatuh pasti ke bawah. Namun yang terpenting, bagaimana kita menyikapi kejatuhan itu. Itulah yang menjadi pembeda kita dari yang lain, yaitu dari cara menyikapi takdir kejatuhan. Kita mengilmui sebuah kejatuhan. Lebih bijaknya, kita mengambil ibrah sebuah peristiwa kejatuhan. Asal jangan seperti seorang teman, suatu hari dia berkata: “saya ditakdirkan untuk jatuh hati padanya.” Itu namanya memperalat takdir. (5/*)