Bersatu Kita Teguh (3)
Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin
Begitu terkagum dengan petuah seorang tokoh, sebuah analogi sederhana tapi memiliki makna yang cukup dalam. Mungkin bagi banyak orang, petuah ini sudah sering terdengar. Kita sebutlah sebagai pelajaran dari “buah jatuh.”
Pelajaran ini membandingkan antara cara jatuhnya buah kelapa dan cara jatuhnya buah mangga. Saat buah kelapa jatuh, langsung menukik ke bawah tanpa adanya sangkutan. Jadinya, kelapa yang jatuh sangat rentan pecah. Masih lumayan karena kelapa memiliki kulit yang kuat untuk menahan benturan. Saya yakin kalau tanpa kekuatan kulit pembungkus yang kuat, pasti kelapa akan hancur berkeping.
Berbeda dengan buah mangga, saat jatuh, biasanya tersangkut pada daun dan ranting yang ada di bawahnya, sebelum sampai ke tanah. Artinya, buah mangga terbantu oleh daun, dahan, atau ranting pohon, yang membuatnya tidak gampang retak karena benturannya terjadi secara bertahap dan jarak benturan tidak begitu jauh. Penjelasan seperti ini ada ilmunya, bisa mengukur volume benda, benturan, dan jarak. Yang jelas ilmu seperti ini jauh dari penguasaan saya. Ilmu yang berbau begini, tidak bisa melampauhi angka enam pada rapor saya waktu sekolah.
Kembali ke masalah buah. Perbandingan cara jatuh buah di atas bisa menjadi pelajaran kehidupan tentang bagaimana seharusnya jatuh dalam kehidupan ini. Namanya hidup, sudah menjadi aksioma bahwa pasti akan merasakan jatuh: karir, bisnis, ataupun nama. Semua yang mencapai sesuatu yang disebut tinggi, besar, hebat, dahsyat, akan pasti merasakan penurunan yang merujuk pada makna: jatuh.