Oleh: Suf Kasman, Dosen UIN Alauddin Makassar
Unjuk Rasa itu Suplemen
Unjuk rasa itu Suplemen, Bila mahasiswa berselempang semangat, lalu tumpah ruah ke jalan melakukan aksi unjuk rasa secara berjilid-jilid.
Itu pertanda Gawat, Genting, Elusif. Tatkala mahasiswa ikut melampiaskan atmosfer kemarahan melalui tsunami unjuk rasa. Kemurkaannya tak terbendung lagi, tersulut emosi dalam demo-demo 𝘢𝘬𝘣𝘢𝘳.
𝘚𝘺𝘢𝘩𝘥𝘢𝘯, mahasiswa tiada henti mendistribusikan muak & kegeramannya. Ketahuilah, parade unjuk rasa yang di orkestrasi mahasiswa menunjukkan sudah mulai kehilangan kesabaran. Sejak dulu mahasiswa telah mencium aroma busuk yang mencekam dan bianglala kezaliman dalam negeri.
Baru saat ini mahasiswa 𝘢𝘭𝘪𝘢𝘴 akademisi kampus dan rakyat KOMPAK bergerak bersatu padu unjuk rasa. Bukankah Anda telah menyaksikan pula 𝘨𝘢𝘭𝘢𝘣𝘢𝘩- 𝘨𝘢𝘭𝘢𝘣𝘢𝘩 bermuram durja terasa menyesakkan dada?
Simaklah ketakutan dan teror yg dialami masyarakat tak berujung, padahal tinggal di negerinya sendiri. Yang bersuara ‘keras’ langsung dibungkam. Dipaksa menurut pada hal- hal yang tak masuk akal (di luar nalar). Logika diminta keluar bersama aturan yang tak beralasan.
Belum lagi, bakteri kekuasaan semakin menjendul dan membuntang. Virus penipuan & kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, Protozoa 𝘤𝘢𝘸𝘦-𝘤𝘢𝘸𝘦, Jamur kuman- kuman dinasti keluarga yg serakah, tak melihat ujung dan batasan dunia.
Selalu hendak menguasai melebihi dari yang dimiliki. Maklum, selera tinggi tak lagi bertepi. Tanpa kenal rasa malu. Dasar 𝘣𝘳𝘰𝘮𝘰𝘤𝘰𝘳𝘢𝘩! Abnormalitas & kenistaan itu tumbuh dan berkembang, sengaja diproduksi “nanti di era ini”. Asal muasal 𝘵𝘦𝘮𝘣𝘦𝘭𝘢𝘯𝘨 inilah membuat se-𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘲𝘢𝘵 mahasiswa tumpah ruah unjuk rasa melawan tirani bengis yang sulit dimaafkan.