Tank IDF ada di sebelah mobil mereka. Beberapa saat kemudian terdengar rentetan tembakan, disusul teriakan sebelum panggilan terputus. Penderitaan Hind itu menggarisbawahi kondisi yang tidak memungkinkan bagi warga sipil dalam menghadapi serangan Israel di Gaza selama 4 bulan terakhir.
Genosida Israel telah merenggut hampir 28 ribu nyawa yang didominasi perempuan dan anak-anak. Sejak 7 Oktober, sebanyak 6.950 orang penduduk Palestina di Tepi Barat juga ditangkap tanpa alasan.
Kini, Israel mulai menyerbu Rafah. Serangan udara di kota Rafah telah menewaskan sedikitnya 28 orang. Serangan terakhir itu menewaskan anggota dari tiga keluarga, termasuk 10 anak-anak. Korban termuda baru berusia tiga bulan.
PBB, Uni Eropa (UE), AS dan negara-negara Arab memperingatkan Israel untuk tidak melanjutkan rencana serangan tersebut. Serangan itu akan menyebabkan bencana kemanusiaan karena Rafah menampung lebih dari 1,4 juta warga Palestina.
’’Rencana Israel untuk melakukan serangan militer terhadap Rafah di Jalur Gaza mengkhawatirkan,’’ ujar kepala kebijakan luar negeri UE Josep Borell seperti dikutip The Guardian.
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron di lain pihak mengatakan bahwa lebih dari separuh penduduk Gaza berlindung di daerah tersebut. Menlu Belanda Hanke Bruins Slot memaparkan bahwa bakal banyak korban sipil berjatuhan.
Arab Saudi juga memperingatkan dampak yang sangat serius jika Rafah diserbu.
Namun Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu tampaknya tak menggubris. Netanyahu mengklaim bahwa IDF akan membuat jalur evakuasi bagi warga sipil di Gaza.
Namun sudah menjadi rahasia umum jika Israel kerap menyerang area yang mereka klaim aman bagi warga sipil.
’’Kami akan melakukannya. Kami akan menemukan batalion teroris Hamas yang tersisa di Rafah, yang merupakan benteng terakhir,’’ ujar Netanyahu pada ABC News. (sha/bay/zuk)