Tahukan kita, Ketika dilakukan uji kompetensi, berapa jumlah dokter yang tak lulus ?
Jika kita tak menutup mata pada realita di lapangan, problem yang terpampang di depan mata bukan sekadar soal kuantitas dokter. Distribusi dokter yang belum merata, juga menjadi masalah besar tidak meratanya pelayanan Kesehatan di Indonesia.
Mengapa ada daerah yang tenaga dokternya tercukupi sedang daerah lain kekurangan dokter harus dilihat dengan cermat. Dokter tak beda dengan profesi lain yang memerlukan penghasilan cukup, karena dokter tak memiliki hak Istimewa untuk bisa memperoleh harga khusus untuk sandang, papan dan pangan agar keluarganya bisa juga bisa hidup layak.
Bagaimanakah dengan kesejahteraan dokter di daerah?
Ada pemerintah daerah yang memberi remunerasi memadai untuk para dokter, tapi tak kurang banyak kepala daerah yang justru memotong jasa medis dokter untuk berbagai keperluan. Kita tak jarang disuguhi berita dokter dan nakes lain mogok kerja karena jasa medis tak kunjung diberikan.
Jika mengirim 10 ribu siswa pintar untuk sekolah dokter di luar negeri itu hal yang mudah dikerjakan jika ada alokasi dana tersedia. Namun, apakah mereka dijamin akan betah mengabdi di seluruh pelosok Indonesia tanpa ada jaminan kesejahteraan?
Mendirikan fasilitas kesehatan baru dilengkapi dengan peralatan canggih juga bukan solusi menarik di tengah situasi sistem kesehatan nasional yang masih penuh carut-marut.
Toh, dokter di era ini, khususnya jika melayani pasien BPJS yang sekarang menjadi mayoritas pasien hampir di seluruh fasilitas kesehatan, tak lagi memiliki lagi otonomi dalam menentukan pilihan modalitas untuk mendiagnosa. Semua harus dikalkulasi oleh tim di fasilitas kesehatan, apakah plafon biaya bisa menutupi biaya pemeriksaan penunjang diagnosis tersebut.