WHO telah merekomendasikan penerapan cukai MBDK untuk mengatasi masalah itu. Sebab ini terbukti cost efektif atau pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya cukup besar untuk mendapatkan dampak signifikan. “108 negara telah memiliki kebijakan cukai MBDK,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Wamenkes Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan pada riset dasar kesehatan (Riskesdas 2018) menunjukkan peningkatan diabetes dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Ini disebabkan oleh konsumsi teh dalam kemasan. “Konsumsi 405 juta liter di indonesia pada 2014,” katanya.
Indonesia menjadi negara nomor tiga se-Asia Tenggara dengan konsumsi MBDK yang paling tinggi.
Pemerintah berupaya untuk mengendalikan penyakit tidak menular. Misalnya dengan promosi, labeling makanan, pemasaran, serta promosi makanan sehat.
“Namun hal ini seharusnya dibarengi faktor regulasi, karena itu penerapan cukai MBDK jadi sangat penting,” kata Dante.
Cukai MDBK ini sebenarnya sudah sejak 2007 didorong. Namun selalu mandek. Dante mengatakan aturannya sudah di tangan Kemenkeu. “Tinggal ditandangani Menkeu. Karena kajian akademisnya sudah kami buat,” bebernya.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskan Kementerian Keuangan Sarno mengungkapkan cukai akan dibebankan pada minuman yang kandungan gulanya 6 gram per 100 ml. Ini sesuai dengan aturan BPOM.
“Untuk angka masih didiskusikan,” ucapnya. Dia menambahkan berdasar rata-rata tarif MBDK di ASEAN sekitar Rp 1771 per liter. (lyn/JPG/zuk)