English English Indonesian Indonesian
oleh

Memahami Politik Kebangsaan Muhammadiyah pada Pemilu 2024

Pertama, sebagai opinion formers. Muhammadiyah dapat menyumbangkan ide dan pemikiran terkait urusan kenegaraan. Kekuatan SDM dan kekayaan intelektual yang dimiliki Muhammadiyah secara aktif memberikan masukan kepada lembaga-lembaga negara baik yang berada di tataran eksekutif, legislative, maupun yudikatif melalui pandangan yang disampaikan melalui media massa, penelitian kebijakan, atau forum-forum resmi.

Kedua, sebagai political lobbist. Muhammadiyah dapat melakukan komunikasi politik yang melibatkan berbagai partai dan menyampaikan aspirasi dengan bebas kepada semua kekuatan politik karena sikapnya yang netral. Secara umum, partai politik dan pembuat kebijakan cenderung menghargai ide dan pemikiran yang disampaikan dalam forum tertutup.

Kritik terbuka melalui media massa, selain dapat menimbulkan kontroversi dan konflik yang tidak produktif, itu dapat dihindari. Kredibilitas para pemimpin yang ada di Muhammadiyah mampu memainkan peran yang berpengaruh.

Ketiga, pressure group. Sejarah mencatat bagaimana Muhammadiyah, melalui tokoh-tokohnya dan kekuatan jaringannya muncul sebagai kelompok-kelompok yang mampu menekan sehingga memiliki dampak besar. Tekanan politik Muhammadiyah, yang dipimpin oleh Prof Amien Rais melalui gerakan reformasi, memaksa Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri.

Kemudian jihad konstitusional seperti yang diadvokasi oleh Prof Din Syamsudin, mendorong pemerintah saat itu untuk merumuskan undang-undang baru terkait minyak dan gas serta sumber daya air. Sebagai konsekuensi dari pengujian ulang (judicial review) UU Migas oleh Muhammadiyah, Badan Pelaksana (BP) Migas mengalami perubahan besar dan beberapa mantan pimpinannya harus mendekam di balik jeruji besi.

News Feed