Misi tersebut memang sangat rahasia, bahan bakar pun disuplai di tengah laut. Misi bertolak dari Tanjung Priok, dipimpin Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo yang berada di KRI Harimau. KRI Singa tidak dapat melanjutkan misi karena trouble, operasi hanya dilanjutkan oleh tiga MTB. Ketiga MTB disambut KRI Multatuli di Laut Aru (Laut Arafuru).
Di kapal inilah diputuskan pendaratan dilaksanakan pada 15 Januari 1962. Pada hari pelaksanaan, pukul 17.00 waktu setempat, ketiga MTB melaju dengan formasi berbanjar. Paling depan KRI Harimau, menyusul KRI Matjan Tutul dan KRI Matjan Kumbang. Dalam pelayaran, ketiga kapal tersebut “termonitor” dua pesawat intai maritim Belanda jenis Neptune dan Firefly.
Tak jauh dari lokasi, dua fregat Belanda Hr Ms Kortenaer dan Hr Ms Eversten sedang berpatroli.Fregat Hr Ms Kortenaer pertama kali menembakkan peluru suar, disusul tembakan peluru tajam. Pada saat yang sama, Neptune terbang rendah memberi bantuan tembakan suar penerang.
KRIMatjan Tutul dan KRI Matjan Kumbang, mencoba mengusir Neptunedengan menembakkan meriam 40 mm anti serangan udara. Formasi MTB diubah dengan sistem diagonal, tujuannya menghindari tembakan dua fregat.
Keadaan menjadi kritis, Yos Soedarso yang berada di KRI Matjan Tutul mengambil alih pimpinan misi dan memerintahkan membalas tembakan. Pada saat bersamaan, KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang diperintahkan melakukan manuver dan mengecoh kapal perang Belanda.
Khawatir dengan manuver kedua MTB, Belanda mengkonsentrasikan serangan ke KRI Matjan Tutul. Sikap heroik Yos Soedarso tercermin dari pesan yang diteriakkan di tengah pertempuran yang tidak berimbang: “Kobarkan semangat pertempuran!” Naas bagi KRI Matjan Tutul, karena tembakan fregat Belanda mengenai kamar penyimpanan mesiu. Perlahan KRI Matjan Tutul tenggelam membawa beberapa jasad kesatria prajurit samudra, antara lain Yos Soedarso, Kapten Memet, dan Kapten Kapal Wiratno.