Rendahnya perkiraan inflasi dalam beberapa tahun ke depan membuat proyeksi penurunan suku bunga acuan AS akan bertambah 250 bps selama tahun 2025 dan 2026. Dimana suku bunga acuan AS diperkirakan hanya sekitar 2,5 persen tahun 2026 dari saat ini sekitar 5,25 – 5,5 persen.
Membaiknya kondisi eksternal, yaitu penurunan suku bunga acuan AS disertai oleh faktor domestik, pengelolaan fiskal yang sangat baik, menjaga defisit fiskal sekitar 3,0 persen dari Produk Dometik Brutho (PDB) akan berdampak pada credit risk Indonesia yang semakin baik. Hal ini berdampak pada tingginya aliran modal masuk yang akhirnya mendorong penguatan nilai tukar rupiah per Dollar AS.
Namun demikian, potemsi resikonya adalah dikperkirakan akan terjadi pelambatan perekonomian global dengan perkiraan pertumbuhan hanya sekitar 2,9 persen tahun 2023, turun menjadi 2,7 persen tahun 2024 dan naik menjadi 3,0 persen tahun 2025.
Tingginya eksposur perekonomian global terhadap perekonomian nasional memerlukan mitigasi resiko secara makro melalui bauran kebijakan moneter dan fiskal. Dimana penurunan suku bunga acuan AS akan diikuti oleh penurunan suku bunga acuan BI yang diharapkan meningkatkan permintaan kredit perbankan nasional.
Sementrarea dari sisi fiskal, pemerintah perlu menata ulang sumber-sumber penerimaan sehingga terhindar dari kebocoran, khususnya kebocoran pajak yang tercermin pada tax ratio yang rendah. Demikian juga sisi pengeluaran, perlu refocussing, khususnya yang berkaitan dengan pengeluaran belanja sosial. (*)