Komponen lain, yaitu investasi (pembentukan modal tetap bruto) juga mengalami kenaikan pada tahun 2025 dan sebaliknya mengalami penurunan menjadi 3,4 persen pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2023 yang tumbuh sekitar 3,6 persen.
Selanjutnya, net export sebagai selisih antara ekspor dengan impor masih tetap positif. Artinya, neraca perdagangan Indonesia tetap positif hingga tahun 2025 meskipun dengan pertumbuhan yang relatif rendah, kurang dari satu persen. Bahkan cenderung mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir.
Namun, besarnya ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap komoditas pertambangan menyebabkan tingginya eksposur risiko perekonomian nasional terhadap fluktuasi harga komoditas. Dimana harga beberapa komoditas utama Indonesia, seperti nikel, biji besi, batu bara, dan emas diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2024.
Sejalan dengan itu, terdapat tiga faktor utama yang perlu dikelola oleh pemerintah untuk menjaga optimisme ekonomi di tahun politik dan menghindari risiko global terhadap perekonomian nasional, yaitu: konsumsi rumah tangga, belanja negara, dan outlook negatif perekonomian global.
Konsumsi rumah tangga tahun 2024 diperkirakan akan tumbuh tinggi karena ditopang oleh tingginya aktifitas masyarakat di tahun politik dan proyeksi penurunan tingkat suku bunga acuan AS, Federal Fund Rate (FFR) yang akan diikuti oleh penurunan suku acuan Bank Indonesia (BI).
Penurunan suku bunga acuan AS dipicu oleh proyeksi penurunan inflasi AS yang diperkirakan hanya sekitar 3.3 persen tahun 2023, 2,8 persen tahun 2024 dan 2,5 persen tahun 2025. Sebagian besar ekonom memperkirakan bahwa Bank Sentral AS, The Fed, akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 75 basis points (bps) tahun 2024.