FAJAR, MAKASSAR– Calon anggota legislatif (caleg) Partai Buruh di Sulsel menghadapi masalah. Pihak perusahaan di mana caleg bekerja mengeluarkan aturan tidak boleh maju caleg.
Ada juga perusahaan mengeluarkan aturan untuk tak boleh melakukan kampanye di tempat kerja. Akibatnya, sejumlah caleg di PHK dan terpaksa mundur dari Daftar Calon Tetap (DCT) karena ancaman pihak pihak perusahaan.
“Inikan bertentangan dengan hak-hak demokrasi warga negara sebagaimana diatur dalam konstitusi undang-undang 1945,” kata Ketua Partai Buruh Sulsel, Akhmad Rianto usai melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bawaslu Sulsel, Selasa, 2 Januari.
Partai Buruh melakukan aksi untuk meminta Bawaslu turun tangan dan menegur pihak perusahaan yang melakukan pengekangan hak-hak dasar daripada warga negara. Sehingga perusahaan ini harus ditindak.
“Kami sampaikan Bawaslu bahwa ada peran negara dalam hal ini, karena teman-teman buruh sudah sampai tahap pencalegkan. Mereka sudah bekerja mulai dari proses pendaftaran, penyusunan struktur, verifikasi administrasi dan faktual, daftar caleg hingga DCT dan tiba-tiba perusahaan mengeluarkan aturan,” katanya.
“Caleg kami dipaksa mundur dan dilarang kampanye. .ereka di PHK dengan alasan aturan perusahaan. Padahal dalam aturan itu tidak ada karena mereka bukan PNS dan TNI Polri juga pegawai BUMN.
Jadi ada pelanggaran konstitusi di sini,” sambung Akhmad Rianto.
Selain itu, Partai Buruh mempertanyakan soal bando (tiang reklame). Di mana di Makassar ada 12 ruas jalan yang dilarang untuk memasang Alat Peraga Kampanye (APK), namun yang memasang di bando dan videotron itu tidak ditindak.
“Itu dibiarkan atas alasan seizin yang punya. Jadi seakan bahwa yang bisa membayar itu dilegalkan. Padahal dalam aturan itu kan tidak boleh ada diskriminasi,” ucap Akhmad.
Sehingga Partai Buruh melihat bahwa aturan ini ambigu. “Kami juga menilai bahwa pemilu 2024 ini hanya memfasilitasi orang-orang kaya. Ini tidak baik dalam demokrasi,” kritik Akhmad.
Anggota Badan Pengawas Pemilihan (Bawaslu) Sulsel, Saiful Jihad yang menerima massa aksi menekankan bahwa jika itu berkaitan dengan internal caleg dengan perusahaannya itu bukan ranah Bawaslu. “Ini kan mereka mereka mengadu bahwa ada caleg di perusahaan atau toko tempat bekerja itu melarang masuk partai politik. Jadi kami katakan itu bukan ranah Bawaslu,” terang Saiful. (mum)