Seperti itulah jutaan anak negeri kita, berjejaring hidup sezaman, sebangsa, dan setanah air, namun tak memiliki jaringan komunikasi jarak jauh yang sama dengan anak bangsa yang lainnya. Keadilan menjadi persoalan dalam hal akses jaringan internet. Jangankan berbicara tentang teknologi 5G, akses internet yang sudah berkecepatan tinggi, akses internet 2G saja yang setidaknya bisa berkirim pesan pendek alias short message service (SMS) buat anak negeri di wilayah 3T tentu sudah merupakan sebuah kemukjizatan.
Lalu persoalan lain muncul di tengah upaya pemerintah untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya dalam bentuk penyediaan akses internet ke pelosok-pelosok negeri. Anggaran pembangunan BTS yang merupakan menara-menara impian manusia di belasan ribu pulau, baik di dataran tinggi (pegunungan) maupun di dataran rendah (pesisir), dikorupsi dan diselewengkan.
Jutaan anak negeri terpaksa kembali mengeja kata in-ter-net menggunakan kapur tulis dan tripleks hitam. No connection, tidak ada jaringan. Mereka terpaksa kembali hanya berurusan dengan sandang, pangan, dan papan. Gawai milik mereka hanya ponsel-ponselan yang sejatinya adalah mainan anak-anak, tanpa jaringan dengan baterai yang sama dengan jenis baterai lampu senter yang mereka gunakan saat berkebun, bertani, atau saat mencari ikan di laut.
Senyum Semringah
Lalu keajaiban datang pada 28 Desember 2023. Setidaknya begitulah perasaan anak negeri di 3T. Presiden Jokowi didampingi Menteri Kominfo serta beberapa pejabat pusat dan daerah hadir di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, pulau terluar yang berbatasan dengan wilayah Filipina. Presiden hadir langsung untuk meresmikan pengoperasian sinyal Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kominfo dan pengoperasian integrasi satelit Satria-1.