Misteri inkarnasi kelahiran Sang Sabda menjadi manusia merupakan bukti solidaritas Allah bagi kemanusiaan yang utuh. Dia hadir dalam segala macam keterbatasan manusiawi untuk menyatakan karya cinta kasih-Nya yang agung. Kita pun dipanggil merefleksikan hidup kita bahwa Dia yang Ilahi berkenan menjumpai kita dalam keterbatasan kemanusiaan hidup ini.
Kemanusiaan menjadi medium perjumpaan dengan yang Ilahi sendiri. Karena itu, kita dipanggil mencintai, merawat, dan memuliakan kemanusiaan ini. Setiap merayakan Natal, saya selalu merefleksikan peran mulia seorang ibu. Seorang ibu mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kelahiran seorang anak di dunia ini. Ibu juga menjadi suri teladan akan makna kesetiaan, totalitas, dan pengorbanan tanpa batas.
Kisah Ibu
Saya ingat kisah seorang ibu muda bernama Indo’ Bade’ yang sungguh memiliki hati yang teguh dan mulia. Dia menikah dengan seorang laki-laki yang dia cintai sepenuh hati. Mereka pun dikaruniai dua orang anak sebagai buah hati cinta mereka. Sang ibu menghidupi keluarganya dengan berjualan kue.
Dia pandai membuat kue dan menjadi sumber penghasilan utama untuk kehidupan keluarga mereka. Namun, aral tak dapat ditolak, kepahitan menjadi warna perjalanan hidup insani. Suaminya entah kenapa meninggalkan dia bersama dua orang anaknya yang masih kecil. Ternyata sang suami pergi ke suatu kota dan menikahi seorang wanita yang lebih muda di sana.
Bertahun-tahun lamanya, ibu itu tetap setia merawat dua anaknya sampai tumbuh dewasa. Dia menafkahi dirinya sendiri dan membiayai sekolah anaknya dengan berjualan kue. Allah memang Maha Pemurah. Jualan kuenya ternyata menjadi penopang hidupnya bersama kedua buah hatinya itu.