Oleh: Amran Sakiran
(Kepala Subbagian Umum KPPN Wamena)
Salah satu bentuk aktualisasi dari perubahan paradigma adalah kebijakan tentang penetapan Papua sebagai daerah otonomi khusus. Kepolitikan ini diselenggarakan atas dasar kesadaran bahwa keputusan politik mengenai penyatuan Irian Barat (sekarang Papua) sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada dasarnya mengejar cita-cita mulia untuk kemajuan masyarakat di Papua.
Pada Tanggal 30 Juni 2022 telah resmi dibentuk tiga provinsiDaerah Otonomi Baru DOB), salah satunya Provinsi Papua Pegunungan dengan Ibu Kota di Jayawijaya, di kawasan Pegunungan Tengah.
Perwujudan dari sistem desentralisasi tersebut diwujudkan melalui penerapan otonomi daerah dan daerah otonom. Secara yuridis, konsep daerah otonom dan otonomi daerah memiliki kandungan elemen wewenang dalam mengatur dan mengurus. Wewenang mengatur dan mengurus merupakan esensi dari otonomi daerah.
Sejak daerah otonom dibentuk, aspek spasial dan masyarakat yang terkait dengan otonomi daerah telah jelas. Namun, masih perlu adanya klarifikasi lebih lanjut mengenai materi wewenang yang termasuk dalam konsep otonomi daerah. Karena itu, selain dari menjadikan daerah pemerintahan menjadi otonom, desentralisasi juga melibatkan transfer tanggung jawab pemerintahan.
Dalam proses penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otonom, terjadi pembagian tanggung jawab pemerintah. Dalam teori, Laurence Sullivan menyatakan bahwa otonomi khusus adalah langkah afirmatif yang diambil oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan pembangunan dan kesetaraan antara berbagai daerah, serta untuk melindungi dan menjamin perlindungan hak-hak kelompok minoritas dari diskriminasi.