English English Indonesian Indonesian
oleh

AKUNTABILITAS PEMILU

OLEH: Fajlurrahman Jurdi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Rangkaian tahapan Pemilu terus berjalan, waktu berganti, hari kian dekat. Wajah-wajah penuh harap menjelma dalam bentuk kerja-kerja lapangan, memburu “suara”, merayu rakyat, membujuk mereka yang memegang kedaulatan. 

Pemilu adalah cara paling baik untuk mengganti kekuasaan, mekanisme paling bebas bagi rakyat untuk menentukan kehendak politiknya, dan tentu instrumen yang paling otoritatif untuk mengalihkan kepada siapa kekuasaan akan digilir. Jelas bahwa tiap orang punya cita rasa yang berbeda dalam menentukan pilihan, standar yang tak sama dalam menentukan kriteria, dan kalkulasi yang relatif dinamis saat kemana suara dilabuhkan. 

Dengan ragam problem, analisa dan konsekuensi yang ditimbulkan dari pilihan politik, relasi kuasa yang rumit, analisis akibat jangka pendek, sedang dan panjang yang mungkin muncul dari setiap pilihan, maka rakyat  selalu mesti punya pertimbangan kualitatif untuk tetap pada pendirian politiknya. 

Pemilu adalah pesta kolektif rakyat, upacara massal yang melibatkan seluruh elemen, dan panitianya adalah mereka yang diberi mandat oleh konstitusi. Tak tanggung-tanggung, mereka adalah para “pekerja” ulet, yang mewakafkan waktu dan hidupnya, siang dan malam, bekerja tanpa henti, memastikan tiap tahapan “pesta” berlangsung dengan aman, tertib dan tanpa gesekan. 

Sebagai pesta rakyat, panitia harus memastikan bagaimana mereka benar-benar bisa menjaga akuntabilitas dan netralitasnya, sehingga semua pihak merasa diperlakukan adil, setara dan tidak ada yang dibedakan. Beberapa akuntabilitas yang perlu dijaga adalah;

Pertama, akuntabilitas aktor. Aktor dalam Pemilu tidak linear, sebab bertarung ragam kepentingan. Tiga aktor secara garis besar adalah, “penyelenggara”, “peserta”, dan “pemilih”. Pada aktor penyelenggra, mereka harus benar-benar “manusia setengah malaikat” yang bekerja tanpa pamrih, menghormati hak, tau kewajiban, bertahan dalam gempuran kepentingan, tegas bersikap dan tentu punya kemampuan menyelesaikan konflik. 

Aktor peserta harus menjaga harmoni, taat rule of the game, tidak memprovokasi, saling menghargai, dan tentu mereka harus bergandengan tangan. Mereka sebagai peserta dalam pesta demokrasi harus ceria, meriah dan bersaing secara sehat. Sementara aktor pemilih tak perlu “mengeraskan urat”, tak harus saling menegasikan, juga harus menjauhi saling menjelekkan dukungan. Pemilih adalah pemegang kendali, merekalah penentu yang menopang suksesnya pesta yang diselenggara oleh “panitia”. 

Kedua, akuntabilitas sistem. Karena jumlah manusia yang terlibat begitu banyak, kompetisi juga kadang-kadang panas dan menegangkan, perlu sistem yang kuat untuk mengendalikan perilaku individu yang kadang suka “tak tahu diri”. Sistem adalah “jantung” yang menggerakan dan mengendalikan aktor. Maka puncak dari tata laku adab dalam Pemilu ini adalah sistem yang dibangun secara rapi. 

Ketiga, akuntabilitas regulasi. Tentu untuk memastikan para pemain berada dalam koridor yang benar, maka harus ada instrumen pengendali. Dalam konteks ini, instrumen pengendali yang paling penting adalah regulasi. Regulasi haruslah jelas, tidak sumir, dan tidak multitafsir. Regulasi Pemilu dan seluruh peraturan teknis-nya haruslah gampang dipahami, jelas dan tidak menimbulkan kontradiksi di dalam dirinya, atau yang disebut dengan antinomy norma. 

Keempat, akuntabilitas lembaga. Lembaga penyelenggara Pemilu dan seluruh lembaga terkait lainnya, harus benar-benar menjaga setiap tahapan dan perintah serta larangan dalam Pemilu. Lembaga penyelenggara Pemilu, khususnya KPU, Bawaslu dan DKPP harus menjadi lembaga yang netral, menjaga integritas serta selalu taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Kelima, akuntabilitas hasil. Setelah menjaga ke-empat akuntabilitas diatas, maka dapat dipastikan juga bahwa proses Pemilu akan berjalan sesuai dengan koridor yang benar. Jika seluruh rangkaian proses berjalan dengan benar, maka akuntabilitas hasil dapat dijamin lebih baik. Maka hasil Pemilu yang baik ditentukan oleh ragam aspek yang menyertainya. 

Para kompetitor dan penyelenggara Pemilu saat ini sedang berada dalam tahapan penting proses kandidasi, yakni tahap kampanye. Pada tahap ini, masing-masing kandidat akan memamerkan kelebihan dan menyembunyikan sebaik mungkin kelemahan dan kekurangannya. Jika para kontestan berhenti pada tahap “memamerkan” dirinya, maka suksesi bisa berjalan aman. Tetapi jika para kandidat kehabisan bahan positif tentang dirinya, maka ia bisa beralih dan mengintip jendela lawan, lalu mulai mengumbar masalah lawannya. 

Jika tahap ini berlanjut, maka akan memicu konflik dan ketegangan, Itulah sebabnya, selama proses kandidasi, penting bagi aktor untuk tetap saling menahan diri, mawas diri, tau diri dan menjaga stabilitas sosial. 

Pesta ini harus berakhir dengan husnul khatimah. Semua harus ceria dan berjalan meriah. Tak ada permusuhan, juga tidak ada dendam. Semua harus bahagia. Sejatinya dalam semua pesta, ujungnya adalah kebahagiaan. Karena itu, jaga Pemilu agar terus akuntabel. Jangan curang, jangan culas, jangan mau menang dengan cara kotor dan nista, sebab kekuasaan yang kau dapat akan dihisab di akhirat. 

Wallahu a’lam bishowab

News Feed