SuarA : Nurul Ilmi Idrus
Pemilu semakin dekat, kegiatan-kegiatan terkait semakin marak. Meskipun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 melalui PKPU No. 3/ 2022 yang menetapkan jadwal kampanye antara tanggal 28 November 2023 dan 10 Februari 2024, namun kampanye nampaknya telah berlangsung di berbagai lini. Baliho nampak di berbagai sudut kota maupun desa, terutama tempat-tempat yang dianggap strategis, berjejer-jejer, menambah kesemrawutan lingkungan. Setiap calon, dari calon presiden dan wakil presiden, calon legislator, hingga calon anggota DPD, mulai menampakkan diri masing-masing melalui media, cetak maupun elektronik, dengan foto-foto dan slogan-slogan yang menyertainya.
Bagi pengusaha plastik, pemilu merupakan berkah karena terjadi peningkatan konsumsi plastik sebanyak 30% sebagaimana pengalaman pada pemilu-pemilu sebelumnya. Tapi bagi pemerhati lingkungan, Pemilu merupakan ancaman ekologis karena meskipun dalam beberapa Pemilu terakhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mulai mengatur secara spesifik terkait APK, namun hal ini baru sebatas pada pembatasan jumlah dan pembebanan terhadap APBN untuk pengadaan APK.
Kebijakan politik terkait Pemilu belum menunjukkan perhatian terhadap aspek ekologis. Regulasi dalam berdemokrasi masih mengabaikan aspek lingkungan, sehingga pesta demokrasi justru menjadi eco-democrazy (eco-crazy) karena kampanye seakan-akan tidak sah tanpa APK plastik, sehingga hal ini menambah beban ekologis. Para politisi /calon politisi dan pengambil kebijakan belum memiliki sensitifitas terhadap kondisi lingkungan, sehingga call for eco-cracy (demokrasi ramah lingkungan) semakin menggaung dari mereka yang memiliki sensitivitas lingkungan.