FAJAR, MAKASSAR-Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unhas akan mengadakan Seminar Internasional Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia, Rabu-Jumat, 27-29 September. Acara ini berpusat di Hotel Aryaduta, Makassar. Tema yang diangkat “Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Internasional”. Selain Seminar Internasional juga diadakan Munas Forum Program Studi Sastra dan Bahasa Indonesia (Forprossi) 2023.
Hadir sebagai pembicara kunci Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa. Dekan FIB Unhas, Prof Akin Duli juga akan memberikan sambutan pada acara tersebut. Ketua Departemen Sastra Indonesia FIB Unhas, Munira Hasjim menjelaskan, acara tersebut dalam rangka Bulan Bahasa dan Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya Unhas.
Sejumlah pembicara internasional pun dihadirkan yaitu, Prof Rahim Aman (Universiti Kebangsaan Malaysia), Gogot Suhartowo (Atase Pendidikan Indonesia, Korea Selatan), Gudrun Fenna Ingratubun (Penulis dan Penerjemah Sastra, Jerman). Kemudian, Evelyn Yang En Siem (Hankuk University of Foreign Studies, Korea Selatan), Liu Dandan (Nanchang Normal University, China), dan Manavavee Mamah (Yala Rajabhat University, Thailand).
Ketua Panitia, Ikhwan M Said menjelaskan, seminar ini telah direncanakan sejak lama, dan jelang bulan Oktober dipilih karena cocok dengan peringatan Bulan Bahasa. Acara ini telah menarik banyak peserta, dengan 60 makalah yang telah dikumpulkan oleh para pemakalah.
Munas Forprossi 2023 juga diadakan sebagai bagian dari acara ini dan peserta Munas ini akan terdiri atas seluruh Jurusan yang memiliki Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Lebih dari 20 universitas yang sudah mendaftar.
Acara pembukaan akan dilangsungkan di Rujab Rektor Unhas pada Rabu, 27 September, pukul 19.00 WITA. Rektor Unhas sebagai pembicara kunci juga akan menyambut para peserta.
Dosen Sastra Indonesia Unhas ini berharap Bahasa Indonesia dapat difungsikan sesuai titahnya. Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang bahasa, bendera, dan lagu kebangsaan.
Bahasa Indonesia juga memiliki potensi untuk menjadi bahasa internasional secara global. “Saya bahkan membaca satu artikel yang menyebutkan bahwa kurang lebih sudah 70 negara yang mempelajari bahasa Indonesia baik sebagai kebutuhan tambahan maupun sebagai kebutuhan. Sehingga, diterima di negara-negara tersebut,” ujarnya.
Tidak hanya itu, di tingkat ASEAN, upaya untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN terus dilakukan, meskipun belum resmi karena ada tantangan politik. “Tetapi peluang untuk Bahasa Indonesia tetap terbuka. Hal ini disebabkan oleh sifat Bahasa Indonesia yang tetap dan konsisten dalam kaidahnya, sehingga memudahkan pembelajar asing untuk mempelajarinya dibandingkan dengan bahasa lainnya,” jelasnya. (*/ham)