FAJAR, MAKASSAR-Terdakwa kasur korupsi tambang pasir laut Takalar, Gazali Machmud divonis satu tahun penjara. Selain itu dia juga dibebankan denda sebesar Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Humas PN Makassar Sibali menjelaskan vonis atas nama terdakwa Gazali Machmud dibacakan pada Selasa, 19 September. Sidang tersebut dipimpin oleh Abdul Rahman Karim sebagai hakim ketua, Ni Putu Sri Indrayani sebagai Hakim Anggota I, dan Aminul Rahman Hakim Adhoc sebagai Hakim Anggota II.
JPU dalam perkara ini mendakwa tersangka dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan primair :
Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang No 31 Tahun 19999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan dakwaan subsidair, yakni pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang No. 31 Tahun 19999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun tuntutan JPU menyatakan terdakwa Gazali Machmud telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang No. 31 Tahun 19999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gazali Machmud dengan pidana penjara selama lima tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp500 juta 500.000.000 apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Adapun pembelaan PH terdakwa pada pokoknya memohon apabila majelis hakim berpendapat bahwa terpenuhi semua Unsur yang di dakwakan oleh penuntut umum pada dakwaan subsaider pasal 3 ayat (1) UUTPK, akan tetapi perbuatan terdakwa bukanlah merupakan suatu tindak pidana melainkan sebagai perbuatan yang termasuk pada lingkup administrasi pemerintahan.
Akan tetapi, menurut majelis hakim dengan terpenuhinya seluruh unsur pasal dalam dakwaan subsidair penuntut umum, maka keseluruhan Pledoi (nota pembelaan) baik yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa ataupun yang diajukan oleh terdakwa secara tersendiri haruslah ditolak kecuali sepanjang hal-hal yang meringankan perbuatan terdakwa.
“Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa Gazali Machmud tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut. Menyatakan terdakwa Gazali Machmud terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut serta melakukan korupsi beberapa kali sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sejumlah Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan,” kata Sibali mengutip resume amar putusan, Jumat (22/09/2023).
Sibali menuturkan pertimbangan pokok perkara penerapan uang pengganti berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Sulsel 2020 menemukan adanya ketidak patuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan dikenakan harga dibawah satuan yang ditetapkan instansi berwenang. Pemerintah Kabupaten Takalar kehilangan pajak mineral bukan logam dan batuan dari hasil penjualan pasir laut yang dilakukan oleh PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia, maka penerapan uang pengganti ini haruslah dibebankan kepada Direktur PT Alefu Karya Makmur dan Direktur PT Banteng Laut Indonesia.
Dengan demikian Direktur PT Alefu Karya Makmur dan Direktur PT Banteng Laut Indonesia haruslah ditarik sebagai pihak yang juga bertanggungjawab atas kerugian Negara yang ditimbulkan dalam perkara ini. Menimbang, bahwa selain itu berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu berdasarkan keterangan saksi Prasetyadi menerangkan bahwa kontrak antara PT Pelindo IV dengan PT Pembangunan Perumahan (PT PP) adalah pasir padat tetapi yang diambil oleh PT PP adalah pasir gembur sebagai pemilik kegiatan.
Selain itu antara PT Boskalis dengan PT Alefu Karya Makmur menyepakati kontrak harga pasir yakni Rp7.500/M3 yang bertentangan atau menyimpang dari SK Gubernur Sulsel Nomor : 1417/VI/tahun 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang penetapan harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan serta Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar No 09a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan batuan dan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor : 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 yang mengatur harga dasar atau nilai jual pasir laut di wilayah Kabupaten Takalar adalah sebesar Rp. 10.000,-/M3;
Keterangan saksi Pieter Otto Matinus Van Hekken menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh PT Boskalis Internasional Indonesia dalam menetapkan PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia untuk proyek Makassar New Port Phase 1B dan 1C adalah berdasarkan penunjukan langsung, tidak ada proses tender. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pengadaan barang dan jasa (Pepres No. 12 Tahun 2021). Menimbang, bahwa dengan demikian dalam perkara ini selain terdakwa, pihak-pihak yang bertandatangan melakukan kontrak awal dan addendum dalam kegiatan proyek pengerukan pasir laut yang telah mengakibatkan kerugian Negara haruslah juga dimintai pertanggungan-jawaban pidana.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 4 UUTPK dinyatakan bahwa Pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidanya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3. Bahwa lebih lanjut penjelasan pasal 4 UUTPK dijelaskan bahwa dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan. Keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa telah merugikan Keuangan negara.
Keadaan yang meringankan terdakwa kooperatif dalam menjalani proses peradilan, mengaku terus terang sehingga tidak mempersulit persidangan. Telah dilakukan pengembalian kurang bayar kerugian negara menjadi nihil. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga isteri dan tiga orang anak. Terdakwa telah mengabdi cukup lama sebagai pegawai negeri sipil. Terdakwa belum pernah dihukum;
“Dalam perkara ini masih ada terdakwa yang diajukan ke persidangan yang dilakukan penuntutan secara terpisah yang sementara dalam proses persidangan. Yakni Juharman, (Mantan Kabid Pajak dan Retribusi daerah), Hasbullah (Mantan Kabid Pajak dan Retribusi daerah), Sadimin Yitno Sutarjo (Direktur PT. Alefu Karya Makmur), Akbar Nugraha (Direktur CV. Banteng Laut Indonesia); danFaisal Saing (Mantan Plh. Kepala BPKD Takalar),” bebernya. (edo)