SuarA: Nurul Ilmi Idrus
Pilpres semakin mendekat, suhu politik semakin memanas. Namun siapa cawapres masing-masing capres belum diumumkan, kecuali capres Anies Baswedan yang muncul dengan mendeklarasikan cawapres yang akan mendampinginya, yakni Muhaimin Iskandar yang populer dengan nama Cak Imin, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, penetapan sepihak Cak Imin sebagai cawapres Anies tak hanya mengejutkan, Partai Demokrat (PD) “dipaksa” untuk menerima keputusan karena tidak ada urun rembuk yang mendahuluinya, tapi juga dianggap oleh PD sebagai sebuah penghianatan. Padahal PD merupakan salah satu partai dalam Koalisi Perubahan untuk Kemajuan, yang konon sebelumnya telah berkali-kali menyebut Agus Harimurti Yodoyono (AHY) sebagai cawapresnya. Akibatnya, PD hengkang dari koalisi tersebut.
Sikap PD beroleh komentar dari berbagai pihak. Irma Chaniago, kader Partai Nasdem misalnya, menyatakan bahwa lebih baik berfokus memenangkan Pilpres 2024 ketimbang memaksakan kehendak untuk mengusung seseorang yang justru membebani, bukan meningkatkan elektabilitas. Yusril Ihza Mahendra (Ketum Partai Bulan Bintang, PBB), membandingkan antara sikap SBY dan Prabowo dalam menanggapi duet Anies-Cak Imin. Jika sikap SBY terbawa perasaan, maka Prabowo bersikap biasa saja saat PKB keluar dari Koalisi Indonesia Maju, yang hingga kini masih didukung oleh PBB, Gerindra, PAN, Golkar, dan Gelora. Menurutnya dalam politik berbagai kemungkinan bisa saja terjadi, termasuk jika partai koalisi tiba-tiba berpindah ke lain hati. Andi Arief, Ketua Bappilu P, menganggap Anies sebagai manusia “berdarah dingin” dan “pengecut”. Netizen tak mau kalah berkomentar: “lebih baik minta maaf daripada minta izin”.
Media global Reuters memberikan komentar yang kontradiktif atas duet Anies Cak Imin. Elektabilitas Anies yang tertinggal dari dua capres lainnya diprediksi dapat tergenjot setelah berduet dengan Cak Imin mengingat Cak Imin memiliki hubungan kuat dengan NU yang memiliki 40 juta anggota. Namun, memilih Cak Imin juga merugikan pihak Anies setelah PD keluar dari koalisi pasca penetapan duet tersebut. AHY sendiri membuat komentar yang diplomatis, bahwa lebih baik sepakat untuk tidak sepakat (agree to disagree) daripada dipaksa menerima keputusan. Meski Surya Paloh tidak merasa meninggalkan PD, pada kenyataannya, ia memilih Cak Imin ketimbang AHY, sehingga apapun lip-service-nya, AHY telah ditinggalkan.
Kenapa Anies dan Surya Paloh memutuskan untuk pindah ke lain hati? Bagi Anies, Cak Imin berkontribusi untuk pemenangan. Hasil survei terbaru PolMark Research Center-PolMark Indonesia menunjukkan bahwa elektabilitasnya tertinggi di antara cawapres lainnya (seperti Erick Thohir, AHY, Ridwan Kamil dan Khofifah Indar Parawansa) karena ia memiliki basis pemilih di Jawa Timur dan NU. Namun, kekuatan suara partai belum tentu sejalan dengan suara pemilih pribadi, sehingga suara pemilih Cak Imin bisa lebih besar/kecil dari partainya jika maju di Pilpres mendatang. Selain itu, Cak Imin dianggap mempunyai pengalaman dalam pemerintahan, memperkuat koalisi, ada chemistry di antara keduanya, dan mereka sevisi. Sementara menurut Surya Paloh, Anies membutuhkan pasangan yang komplementer dan Cak Imin memiliki pengalaman di bidang politik dan pemerintahan, sebuah alasan klise mengingat bahwa pindah ke lain hati itu terkait dengan elektabilitas AHY.
Akan bergabung kemana PD pasca hengkang dari koalisi, Prabowo atau Ganjar? Siapa yang akan menjadi pasangan Prabowo dan Ganjar? Meski ancang-ancang pasangan masing-masing telah ada, sebelum deklarasi kemungkinan bongkar pasang masih terjadi. Oleh karenanya, yang digadang-gadang jadi cawapres jangan kepedean, takut ada yang pindah ke lain hati. Kita tunggu arah koalisi dan penetapan cawapres masing-masing. September Ceria!