FAJAR, MAKASSAR-Ketua ASA Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengkritik keras Partai Politik (Parpol) peserta pemilu 2024 yang mengajukan Calon Anggota Legislatif (Caleg) dari kalangan mantan narapidana koruptor pada pemilu mendatang. Hal yang sama juga terjadi pada calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
ASA Indonesia mengajak publik melakukan perlawanan keras dengan mengampanye secara masif agar tidak memilih parpol yang mencalonkan koruptor dan juga kepada Calon DPD koruptor.
Menurut Syam –sapaannya, majunya beberapa mantan napi koruptor pada pemilu mendatang bisa dimaknai dalam beberapa hal. Pertama, ini membuktikan Parpol peserta pemilu di Indonesia sejak dari dahulu hingga sekarang sesungguhnya tidak pernah ada niat sedikitpun untuk sungguh-sungguh membenahi negara ini dalam upaya pemberantasan korupsi. “Kalaupun ada menyebut kata antikorupsi saya kita kebetulan saja. Ibaratnya sedang lagi mengigau dalam tidurnya,” ujarnya.
Kedua, mencalonkan para koruptor maju caleg sesungguhnya menjadi bukti bahwa parpol sesungguhnya secara nyata telah memberi penghargaan kembali mengangkat derajat para koruptor. Sebaliknya dengan terbuka menghina masyarakat, menghina bangunan morality masyarakat yang selama ini terjaga.
“Parpol seolah ingin meletakkan posisinya secara terbuka kepada publik bahwa koruptor itu terhormat, bukan perbuatan Najis, haram yang membuat masyarakat menjadi miskin. Rakyat tidak memiliki kekuatan yang berarti untuk menolak kebijakan ini. Rakyat dalam kontestasi pemilu hanya ditempatkan sebagai objek yang suaranya diperebutkan dan dihitung dalam kotak suara untuk kekuasaan,” jelasnya.
Ketiga, penyakit parpol ini juga diperparah dengan penyelenggara negara sekarang ini dengan regulasinya yang memang secara nyata sadar ikut berperan menempatkan koruptor sebagai perilaku yang justru terhormat. Dengan alasan hak memilih dan dipilih, koruptor dan pelanggar kejahatan lainnya masih saja diperbolehkan maju mencalonkan diri.
“Mereka tidak pernah memikirkan dampak negatifnya kepada generasi muda melihat koruptor bukan musuh tapi prestasi yang terhormat, disanjung dan bisa menjadi pejabat negara kembali,” ujarnya.
Keempat, publik juga harus disadarkan bahwa selama ini partai politik sebenarnya telah disusui negara dengan dana bantuan keuangan parpol yang jumlahnya lumayan gede bisa bermiliar-miliar dalam setahun sesuai dengan konversi persentase perolehan suara dalam pemilu.
“Mandatnya dana tersebut untuk digunakan proses perkaderan partai dan pendidikan politik. Sehingga menjadi tidak logis kalau dana tersebut hanya digunakan untuk justru terus memelihara kader mantan koruptor,” ungkapnya.
Kelima, dalam catatan kami terutama periode sekarang negara bukannya hadir dalam pemberantasan korupsi sebaliknya seolah ingin berdamai dengan koruptor.
Keenam, dengan masih majunya para mantan napi koruptor pada pemilu mendatang maka semangat pemberantasan korupsi menjadi suram. “Agenda reformasi secara nyata dikorupsi. Aspirasi undang undang perampasan aset yang selama ini disuarakan sejak 2011 lalu bisa dipastikan tidak akan jalan atau bahkan memang dihilangkan,” pungkasnya.
Oleh karena itu, kata dia, harapan terbesar sekarang ini sesungguhnya bertumpu pada kelompok masyarakat sipil, perguruan tinggi untuk terjung langsung ke masyarakat terus mengedukasi agar dalam menggunakan hak pilihnya di 2024 mendatang betul betul kritis. “Publik harus diyakinkan hanya wakil rakyat yang berintegritaslah yang diyakini bisa melahirkan kebijakan yang lebih peduli dan maju menyejahterakan masyarakatnya,” ujarnya. (*/ham)