OLEH: Prof. Dr. Eng. Adi Maulana, ST.M.Phil. / Wakil Rektor IV UNHAS, Penanggungjawab Kegiatan Simposium Wallacea 2023
Tidak banyak orang awam bahkan dikalangan ilmuwan mengetahui bahwa Kawasan timur Indonesia, terutama Kawasan yang meliputi Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara, memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa-masa akhir revolusi industri. Adalah seorang yang mungkin lebih pantas disebut dengan petualang sekaligus ilmuwan bernama Alfred Russel Wallace yang jatuh cinta dan lalu memberitahukan kepada dunia bagaimana Kawasan ini menjadi pusat geobiodiversitas dunia.
Universitas Hasanuddin akan mengadakan Simposium Internasional Wallacea pada tanggal 13-15 Agustus 2023 yang akan datang. Simposium Wallacea ini dilaksanakan sebagai bentuk penghargaan Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi terkemuka di Kawasaan Indonesia Timur terhadap salah satu tokoh sentral naturalis dunia ini. Berkat Wallace muda, dunia mengenal Kawasan Indonesia Timur sebagai bagian dari perjalanan munculnya teori besar yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan yaitu Teori Evolusi.
Alfred Russel Wallace lahir 8 Januari 1823 di Monmouthshire, Inggris. Wallace adalah seeorang naturalis otodidak tanpa pendidikan formal dan berasal dari keluarga sederhana. Pada awalnya ia bekerja sebagai surveyor dan mengajar di Collegiate School Leicester sebagai guru menggambar, survei, bahasa Inggris dan Aritmatika. Ketertarikan Wallace terhadap sejarah alam berawal dari kegemarannya membaca beberapa karya penting tentang sejarah alam di perpustakaan Leicester. Diantara buku-buku yang dibacanya, Wallace sangat terinspirasi oleh buku Principles of Geology karya C. Lyell, Vestiges of the Natural History of Creation karya R. Chambers, The Voyage up to the Amazon. Hal ini yang kemudian mendorong Wallace untuk melakukan perjalanan pertamanya selama 4 tahun di Amazon (1848-1952) dan perjalanan keduanya ke Kepulauan Melayu selama 8 tahun (1854-1862) atau dikenal Kepulauan Nusantara meliputi wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam saat ini.
Perjalananan Wallace ke Kepulauan Melayu merupakan kejadian yang sentral dan menentukan dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Perjalanan dan pengalaman Wallace di Nusantara menjadi dasar munculnya Teori Evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Wallace memperoleh kesimpulan bahwa setiap spesies adalah hasil dari perkembangan spesies lain dan evolusi dipengaruhi oleh lingkungan hidup serta penyesuaian organisme terhadap lingkungan tertentu. Selama perjalanan ke Kepulauan Melayu, Wallace menemukan adanya perbedaan fauna antara kawasan Indonesia bagian barat, tengah dan timur Indonesia. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya garis tak kasat mata yang membujur antara Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Lombok yang memisahkan fauna dari pulau-pulau tersebut. Garis tak kasat mata yang dikemukakakan Wallace kemudian dikenal dengan nama Garis Wallacea atau The Walacea Line yang merupakan batas antara fauna Australia dan fauna Asia.
Catatan perjalanan Wallace yang terekam dalam karya-karyanya bukan hanya memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam tetapi juga dalam bidang Humaniora. Selain menggambarkan perbedaan fauna yang dipengaruhi faktor ekologi dan seleksi alam, Wallace juga memberikan pengetahuan kepada dunia tentang manusia dan kebudayaannya di Kepulauan Melayu termasuk di Kawasan Indonesia Timur. Wallace selalu menggambarkan tempat-tempat yang dikunjunginya dengan detail dan kritis mulai dari pelabuhan, kampung, pasar, kota, istana, hutan-hutan yang menjadi tujuan utamanya dan karakteristik masyarakat yang ditemuinya. Pada saat mengunjungi Makassar tahun 1856 setelah melakukan perjalanan dari Singapura, Bali dan Lombok, Wallace menyebut Kota Makassar sebagai Kota milik Hindia Belanda di Asia yang pertama kali dilihatnya. Di dalam pandangan Wallace, Makassar adalah kota yang indah, bersih dan memiliki sanitasi yang baik. Kota ini dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana seperti jalan, pelabuhan, gudang, pertokoan, kantor dan perumahan, gereja dan benteng.
Kawasan Indonesia Timur mulai dari Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara serta Papua menjadi tempat Wallace mengembangkan pengetahuannya tentang keanekaragaman hayati dan geografis. Batas-batas geografis telah menjadi pemisah dan perbatasan bagi kelompok spesimen yang akhirnya memunculkan pandangan Wallace tentang biogeografi, ekologi dan evolusi. Wallacea Line merupakan bagian dari pemikiran Wallace tentang penghalang geografis yang memisahkan biota Asia dan Australia yang sekarang dikenal berasal dari proses evolusi yang berbeda. Perbedaan evolusi ini disebabkan oleh dinamika geologis dan permukaan laut jangka panjang di Kepulauan Melayu.
Pada tahun 1858, Dia mengirimkan sepucuk surat yang menjelaskan teorinya kepada Darwin, yang juga mengerjakan teori yang serupa. Ini mendorong Darwin dan Wallace untuk bersama-sama mempresentasikan teori mereka kepada komunitas akademik pada waktu itu.
Meskipun dianggap sebagai salah satu penemu prinsip seleksi alam dan pemicu lahirnya Teori Evolusi yang dikemukakan Darwin, namun Wallace akhirnya lebih dikenal sebagai penemu pendekatan biogeografi yang sebenarnya menjadi dasar teori evolusi. Wallace mengusulkan keberadaan wilayah biogeografis dengan fauna berbeda yang muncul dari proses evolusioner dan sejarah geologis. Regionalisasi biogeografis Wallace telah membantu para ilmuan untuk memahami organisasi spasial dan asal evolusi dari makhluk hidup kelompok darat dan laut. Hal ini tergambar dalam sebuah tulisannya yang sangat terkenal yang diberi judul , Surat dari Ternate ( A letter from Ternate) yang dikirimkan Wallace kepada Darwin dan kemudian menjadi sumber inspirasi pada tahun 1858. Pada tahun yang sama, sebuah makalah bersama oleh Darwin dan Wallace dipresentasikan di Linnean Society of London, yang menjelaskan teori seleksi alam. Buku Darwin “On the Origin of Species” diterbitkan pada tahun berikutnya, menyajikan penjelasan teori yang lebih komprehensif.
Wallace terus menulis secara mendalam tentang topik yang berkaitan dengan evolusi, spiritualisme, masalah sosial, dan konservasi. Dia adalah seorang pioneer dalam hal reformasi sosial dan keprihatinan yang berkaitan dengan dampak manusia terhadap lingkungan. Karya-karya yang diterbitkan seperti “The Malay Archipelago” (1869) dan “Darwinisme” (1889), lebih menjelaskan pemikirannya tentang evolusi dan topik terkait. Selain karyanya tentang evolusi, Wallace memberikan kontribusi signifikan pada bidang-bidang seperti biogeografi, antropologi, dan ekologi.
Sebagai seorang ilmuwan, pikiran-pikiran Wallace jauh melampaui zamannya. Dia mengusulkan Garis Wallace menjadi pembagi wilayah biogeografis Asia dan Australia dan didasarkan pada perbedaan distribusi spesies. Jauh sebelum komunitas ilmiah di dunia berteriak tentang perlunya Gerakan massif untuk mengantisipasi dampak dari global warming, Wallace sudah menyuarakan kegelisahannya bahwa dunia barat, terutama inggris harus belajar ke wilayah Wallacea tentang bagaimana memelihara lingkungan di pertengahan tahun 1850-an. Dalam buku-bukunya, Wallace telah menyinggung tentang perlunya kesetaraan gender hasil dari pengamatannya berinteraksi dengan Wanita-wanita di Kawasan Asia yang memegang banyak peranan penting.
Meski nama Charles Darwin lebih sering dikaitkan dengan teori evolusi, namun kontribusi Wallace terhadap teori ini semakin diakui dalam komunitas ilmiah. Pengamatan dan teorinya memiliki dampak yang bertahan lama pada biologi, ekologi, dan ilmu evolusi. Beberapa penghargaan dalam bidang olahraga dan monumen mengambil nama Wallace untuk menghormatinya.
Alfred Russel Wallace meninggal pada tanggal 7 November 1913 di Broadstone, Dorset, Inggris. Warisannya telah berkembang dari waktu ke waktu dan dia sekarang sering dianggap sebagai salah satu pelopor teori evolusi. Karya Alfred Russel Wallace memainkan peran penting dalam pemahaman kita tentang bagaimana spesies berevolusi dan beradaptasi dari waktu ke waktu, membantu meletakkan dasar bagi biologi evolusioner modern. Lebih dari itu, Wallace sudah meletakkan dasar-dasar konsep pembangunan yang berkelanjutan, sesuatu yang kemudian menjadi perhatian Bersama 200 tahun setelah kelahirannya.
Jejak perjalanan Alfred Russel Wallace di Wallacea mulai dari Lombok, Makassar, Ternate, Nusa Tenggara dan Papua pada tahun 1856-1862 akan diabadikan Universitas Hasanuddin dalam kegiatan Symposium Wallacea yang terdiri dari konferensi internasional, pameran buku, field trip, film dokumenter, foto dan lukisan Wallacea. Simposium yang akan dilaksanakan di Hotel Unhas and Convention ini terlaksana berkat kerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan dengan beberapa stakeholder lainnya. Kegiatan dimulai dengan field trip menuju ke Maros, untuk mengunjungi lokasi dimana Wallace pernah menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan kupu-kupu di daerah Bantimurung dan sekitarnya. Kegiatan ini menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Maros dengan memberikan dukungan selama field trip berlangsung. Beberapa industri juga terlibat dalam kegiatan ini dengan memberikan bantuan beberapa fasilitas selama rangkaian kegiatan symposium berlangsung.
Diharapkan dengan kegiatan ini, semangat dan dedikasi Wallace terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan konservasi lingkungan serta sosila budaya akan menginspirasi segenap civitas akademik, pemerintah, dunia industri dan masyarakat. Dari kisah Wallace, kita mengetahui dan mengambil banyak hikmah, bawah Kawasan Indonesia Timur, khususnya Kawasan Wallacea, memberikan kontribusi penting terhadap peradaban dunia. Sudah saatnya para ilmuwan yang berasal dari Kawasan ini belajar dari kegigihan, kerja keras dan semangat dari seorang Wallace dan kemudian menjadi ilmuwan-ilmuwan unggul yang memberikan kontribusi bagi kemasalahatan manusia. Selamat ulang tahun yang ke-200 Alfred Russel Wallace. (*)