FAJAR, MAKASSAR– Mantan direktur keuangan (Dirkeu) PDAM Makassar, Irawan Abadi kini harap-harap cemas. Pasalnya dia dituntut 11 tahun pidana penjara, dalam kasus dugaan korupsi dana PDAM Makassar.
Selain itu Irawan juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta, jika tidak membayarnya akan diganti pidana kurungan selama enam bulan. Tidak sampai disitu saja terdakwa juga dibebani pidana tambahan berupa uang pengganti Rp12,4 miliar.
Dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan setelah Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama lima tahu enam bulan. Tuntutan tersebut sama dengan tuntutan yang disematkan kepada terdakwa Haris Yasi Limpo.
JPU Kejati Sulsel, Muh Yusuf mengatakan tuntutan untuk terdakwa Irawan Abadi sama dengan terdakwa Haris Yasin Limpo. Pasal yang dijeratkan adalah 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dimana terdakwa, Irawan Abadi bersama terdakwa lainnya terbukti terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya. Total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp20 miliar, dengan rincian untuk direksi tahun 2017 senilai Rp3,91 miliar, tahun 2018 Rp2,024 miliar, dan tahun 2019 senilai Rp1,901 miliar. Selanjutnya untuk pegawai tahun 2017 senilai Rp7,432 miliar, tahun 2018 senilai Rp2,024 miliar, dan tahun 2019 senilai Rp1,901 miliar. Sedangkan untuk asuransi AJB Bumiputera 1912 senilai Rp1,123 miliar.
“Berdasarkan fakta persidangan dan barang bukti terdakwa dinyatakan bersalah dan dituntut 11 tahun penjara. Serta denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp12,6 miliar subsider lima tahun enam bulan,” kata Yusuf saat membacakan tuntutannya di ruang sidang Bagir Manan PN Makassar, Senin malam, 31 Juli
Pria yang menjabat Kasi Penuntutan bidang pidana khusus Kejati Sulsel ini menuturkan hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesal. Selain itu tidak mendukung upaya pemerintah memberantas tindam pidana korupsi. Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah tidak pernah dipidana sebelumnya.
“Terdakwa harus mempertanggujawabkan tindakannya dalam penggunaan labah PDAM berdasarkan keterangan ahli tidak bisa digunakan. Pasalnya masih ada utang yang harus dibayarkan,” ucapnya.
Penasihat Hukum terdakwa Haris Yasin Limpo, IUR Yasser S Wahab menuturkan pihaknya akan menjawab tuntutan JPU dalam bentuk tertulis. Pihaknya meminta waktu satu pekan.
“Kami minta satu pekan yang mulia untuk menyusun pledoi (pembelaan kami),” akunya.
Hakim ketua persidangan, Hendri Tobing mengatakan sidang lanjutan akan digelar pekan depan, Senin, 7 Agustus. Agendanya adalah pembelaan dari terdakwa. “Kita coba dahulu satu pekan, kalau tidak bisa di lanjutkan lagi sepekan kemudian,” bebernya.
Sekadar informasi kasus tersebut berkaitan tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2016 sampai dengan tahun 2018.
Kejati telah menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Dirut PDAM tahun 2018-2019 Hamzah Ahmad (HA), Plt direktur keuangan PDAM Makassar tahun 2019 Tiro Paranoan (TP), dan direktur keuangan PDAM Makassar tahun 2020 Asdar Ali (AA). Sedangkan Haris Yasin Limposelaku mantan direktur utama PDAM Kota Makassar Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2019 dan Irawan Abadi selaku mantan direktur keuangan tahun 2017 sampai dengan Tahun 2019 telah menjalani persidangan di PN Makassar.
Dimana kelimanya tidak mengindahkan aturan Permendagri no 2 tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian PDAM, Perda no 6 tahun 1974 dan PP 54 tahun 2017. Tersangka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi yang merupakan satu kesatuan dari Penggunaan Laba yang diusulkan.
Terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada perda no 6 tahun 1974 dengan PP 54 tahun 2017 khususnya untuk pembagian tantiem untuk Direksi 5 persen bonus pegawai 10 persen sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen. Sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.
Terkait premi asuransi Dwiguna jabatan bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera. Namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa Walikota dan Wakil Walikota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian asuransi jabatan bagi walikota dan Wakil Walikota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan. Penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Walikota dan Wakil Walikota Makassar, mengakibatkan kerugian keuangan Rp20,318 miliar.
Kelimanya dijerat pasal berlapis. Yakni pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Dakwaan Subsidiair pasal 3 juncto pasal 18 UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman pidananya kedua tersangka 20 tahun. (edo)