FAJAR, MAKASSAR-Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris (Himasaris) Universitas Fajar (Unifa) menggelar pertunjukan drama berjudul Little Woman di Gedung Serba Guna Unifa pada Sabtu, 28 Juli. Naskah Little Woman diambil dari salah satu karya sastra klasik berupa novel dengan judul yang sama yaitu ‘Little Woman’ ditulis oleh Louisa May Alcots tahun 1868, tentang feminisme.
“Penampilan ini tidak jauh dari naskah asli Novel Little Woman. Membahas tentang isu feminisme,” kata Penulis Skenario, Sheila Putri Prijayani. Kata dia, novel ini kisah tentang 4 orang anak perempuan bersaudara, bernama Meg March, Jo March, Beth March, dan Amy March yang memiliki karakter yang berbeda-beda, dari yang keibuan dan pemalu sampai yang tomboy.
“Novelnya tentang feminisme, perjuangan hak perempuan agar setara antara laki-laki dan perempuan, karena hal ini sangat terkait dengan situasi tahun 1868 bagaimana perempuan menuntut kesetaraan gender. Dan tahun sekarang 2023 masih relevan. Masih banyak gerakan feminisme yang menuntut kesetaraan,” ujarnya.
Menurutnya lagi feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Istilah ini mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.
Ketua Prodi Sastra Inggris Unifa Andi Febriana Tamrin, mengapresiasi mahasiswa memilih naskah klasik yang sarat nilai edukasi. Khususnya tentang isu feminisme, emansipasi, budaya patriarki dan seterusnya yang tidak semua orang bisa menerimanya dengan pikiran terbuka.
“Tidak semua orang open minded dengan feminisme. Tapi ini adalah pengetahuan dasar yang harus diketahui,” tekannya. Kini, feminisme terus berkembang dan tidak henti-hentinya dibicarakan dalam karya sastra yang ditulis tahun 1868 dan masih relevan 50 tahun kemudian yaitu 2023.
Menurut dosen yang akrab disapa Febi ini, kesehatan gender adalah pelepasan diri perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju. “Perempuan tidak hanya mengatasi wilayah domestik, tidak boleh dibatasi, tapi juga bisa melakukan pekerjaan layaknya laki-laki,” ujarnya.
Menurutnya lagi, feminisme sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas dan ras, khususnya konflik gender. Feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat budaya masyarakat patriarki, bahwa laki-laki selalu lebih daripada perempuan.
“Saya kira topik dalam novel Little Woman masih relevan dengan zaman sekarang. Dimana perempuan masih memperjuangkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan,” tekannya. (mia/ham)