English English Indonesian Indonesian
oleh

Komunikolog Indonesia: Presiden Seyogianya Tetap Jadi Guru Bangsa

FAJAR, MAKASSAR-Beberapa hari ini sejumlah tokoh bersuara meminta Presiden agar jangan terkesan sibuk mengedepankan ( endorse ) calon-calon presiden dan wakil presiden.

Komunikolog Indonesia tertarik menganalisis fenomena ini. Suko Widodo, pakar komunikasi dari Universitas Airlangga yang juga Ketua Asosiasi Komunikolog Indonesia menyatakan di Surabaya, kelaziman dalam komunikasi politik di dunia adalah presiden petahana tidak begitu cepat dan ketara bicara soal calon presiden selanjutnya.

“Nanti ketika partai politiknya sudah menetapkan calon presiden dan didaftarkan ke KPU, baru presiden petahana ikut membantu kampanye capres ini secara serius ke seluruh wilayah,” ujarnya.

Effendi Gazali, anggota Komunikolog Indonesia mendukung pernyataan tersebut. “Saat ini terasa betul kerinduan rakyat Indonesia akan pemimpin-pemimpin yang tetap berperan sebagai Bapa Bangsa, Guru Bangsa, Menteri Bangsa, dan Presiden Bangsa Indonesia. Saya yakin rakyat merindukan Bapak Presiden melaksanakan Halal-bi-halal tahun ini pertama-tama dengan seluruh ketua umum partai politik terlebih dahulu. Coba pelajari dengan seksama. Ini tradisi yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno sejak tahun 1948. Pasti sejuk rasanya menyaksikan berita seperti itu jadi ‘ Breaking News‘ di televisi dan seluruh media lainnya. Sesudah itu, beberapa hari kemudian, tentu bisa saja presiden melakukan pertemuan hanya dengan koalisinya ke masa mendatang,” tambah Effendi di Jakarta.

Iwel Sastra, Komunikolog LSPR, memberi contoh bagaimana Presiden SBY dan Presiden Megawati bersikap di ujung masa jabatannya. Iwel menyatakan, hampir semua presiden di Indonesia melakukan hal tersebut, yaitu menjadi Presiden untuk seluruh bangsa Indonesia.

“Nanti kalau para capres sudah terdaftar di KPU, rakyat bisa memaklumi kalau presiden petahana ikut kampanye mendukung capres dari PDIP. Bahkan boleh saja resmi ada namanya di TKN (Tim Kampanye Nasional).”

Komunikolog Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, meyakini bahwa Presiden Jokowi pasti bermaksud baik. “Presiden menginginkan pemilu berlangsung damai. Tidak terjadi polarisasi. Dan programnya yang belum terselesaikan, utamanya IKN, dipastikan berlanjut. Tapi memang butuh kehati-hatian. Saya sependapat dengan Effendi Gazali mestinya di kesempatan pertama, Presiden Jokowi melakukan halal-bil-halal dengan seluruh ketua umum parpol dulu. Walau hanya sejenak. Besok-besoknya bisa dengan partai-partai koalisi,” tegas Emrus.

Komunikolog Universitas Hasanuddin, Hasrullah mengusulkan agar Presiden Jokowi lebih banyak melakukan kunjungan ke daerah daripada bicara soal koalisi ke depan.

Hasrullah menjelaskan, lebih baik Bapak Jokowi keliling ke berbagai daerah. Seperti ke Lampung kemarin, untuk membongkar laporan Asal Bapak Senang (ABS).

“Ini akan jelas sebagai legasi Pak Presiden. Saya titip Bapak Jokowi banyak berkunjung ke Indonesia Timur. Tidak usah jauh-jauh, ke Makassar juga banyak kondisi jalan seperti itu,” ungkapnya.

Effendi Gazali kembali menambahkan, komunikolog Indonesia menilai Presiden Jokowi adalah salah satu presiden besar Indonesia dengan legasi yang sudah terukur. Presiden Jokowi dihargai dunia karena mampu mengatasi Covid-19 secara meyakinkan. Ia juga mampu menjadi Pemimpin G-20.

“Pembangunan infrastruktur terbukti manjur saat mudik lebaran. Tinggal mengobati kerinduan rakyat melihat Bapak Jokowi menegaskan citranya sebagai Presiden dan Guru Bangsa, yang bisa bertemu dengan seluruh ketua umum partai membahas Indonesia ke depan. Halal-bil-halal kemarin sebetulnya adalah tradisi dan kesempatan terindah,” ujarnya. (*)

News Feed