OLEH: Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)
Pembangunan moda transportasi baru kereta api di Sulawesi Selatan ini adalah upaya pemerataan pembangunan dan bersama mengejar kemajuan. Selain dampak ekonomi, kehadiran kereta api juga mengenalkan moda baru transportasi modern berupa budaya tepat waktu dan budaya antri (Joko Widodo, Presiden RI)
Pada 29 Maret 2023, Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya jalur pertama KA Trans Sulawesi di Stasiun Maros (Kab. Maros). Tepat 100 tahun lalu (tahun 1923) pernah dioperasikan trem uap jalur Makassar – Takalar (47 km). Sempat beroperasi selama 7 tahun, dan kemudian dihentikan operasinya tahun 1930 karena alasan krisis ekonomi.
Jauh sebelumnya (20 tahun lalu) tahun 2003 dimulai Studi Kelayakan Jalan Kereta Api Lintas Makassar – Parepare oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Direktorat Jenderal Perkeretaapian terbentuk tahun 2005). Kemudian tahun 2012 dilakukan Studi Penetapan Trase Pembangunan Jalan Kereta Api Lintas Makassar – Parepare oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Pemancangan tiang pertama jalur KA Makassar-Parepare dilakukan pada 12 Agustus 2014. Lokasinya di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Pembangunan konstruksi dimulai pada pertengahan 2015. Rel pertama dipasang pada 13 November 2015, di Desa Lalabata, Kecamatan Tanete Rilau.
Berdasarkan buku Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen (1921) halaman 108 dijelaskan bahwa studi kelayakan jalur perkeretaapian di Sulawesi Selatan oleh swasta sudah dimulai sejak 1915. Pada 1917 penelitian teknis lapangan untuk pembangunan jalur perkeretaapian versi pemerintah dilakukan untuk lintas Makassar–Takalar dan Makassar–Maros–Tanete–Parepare–Sengkang.
Melalui undang-undang yang disahkan parlemen Belanda pada 22 Desember 1919 yang dicatat dalam Lembaran Negara (Stbl.) Hindia Belanda nomor 53 tahun 1920, proyek pembangunan jalur trem uap Takalar–Makassar–Maros resmi dimulai.
Pada 1 Juli 1922, rel antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)–Takalar sejauh 47 km selesai dibangun dan setahun kemudian trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Pada akhirnya, sejak 1930 layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api dan trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929.
Jalur kereta api Makassar-Takalar waktu itu diperuntukkan untuk membantu warga yang hendak membawa berbagai hasil bumi dari pedalaman ke pelabuhan. Pada masa itu, kereta api selain untuk mengangkut tebu dari perkebunan besar di Takalar, juga untuk mengangkut komoditas beras dari Gowa serta Takalar. Komoditas hewan ternak, seperti kuda dan sapi, diangkut pula dengan kereta api tersebut (Zulkifly Natsir, 2016).
Hanya menjelang akhir penutupan jalur tersebut pada 1 Agustus 1930, keberangkatan kereta sering terlambat karena jumlah penumpang belum mencukupi. Komoditas barang sudah tidak lagi diperhitungkan.
KA Trans Sulawesi
Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS), rencana jaringan KA di Sulawesi akan menghubungkan semua provinsi di Pulau Sulawesi sepanjang 4.679 km yang terbagi menjadi 17 jalur. Pembangun awal dimulai dari lintas Makassar – Parepare (Prov. Sulawesi Selatan) sejauh 145 km. Jalur lainnya adalah Parepare (Prov. Sulawesi Selatan) – Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat) 225 km, Mamuju (Prov. Sulawesi Barat) – Palu (Prov. Sulawesi Tengah) 295 km, Palu (Prov. Sulawesi Tengah) – Isimu (Prov. Gorontalo) 460 km, Isimu (Prov. Gorontalo) – Bitung (Prov. Sulawesi Utara) 340 km, Bitung – Lolak 212 km (Prov. Sulawesi Utara), Isimu – Tutuyan 232 km, Makassar – Watampone 259 km (Prov. Sulawesi Selatan), Anabarua – Watampone 77 km (Prov. Sulawesi Selatan), Parepare – Malili 330 km (Prov. Sulawesi Selatan), Malili (Prov. Sulawesi Selatan) – Kolaka (Prov. Sulawesi Tenggara) 200 km, Kolaka- Kendari (Prov. Sulawesi Tenggara) 116 km, Kendari – Kolonedale (Prov. Sulawesi Tenggara) 28 km, Poso – Luwuk (Sulawesi Tengah) 281 km, Luwuk (Prov. Sulawesi Tengah) – Malili (Prov. Sulawesi Selatan) 322 km, Palu (Prov. Sulawesi Tengah) – Malili (Prov. Sulawesi Selatan) 322 km.
Pulau Sulawesi pernah memiliki jalur kereta api aktif sepanjang 47 kilometer dari Makassar sampai Takalar pada 1922-1930. Ketika itu, direncanakan pembangunan jalur lainnya dari Makassar sampai Manado, tetapi gagal diwujudkan. Sekarang, mimpi tersebut perlahan sudah mulai terwujud.
Jalur Makassar-Parepare akan melintasi lima kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Makassar, Kab. Maros, Kab. Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Kab. Barru, serta Kota Parepare. Direncakanan terdapat 23 stasiun di sepanjang jalur ini. Di Makassar, jalur kereta terkoneksi dengan Pelabuhan Makassar New Port, sedangkan di Kabupaten Barru terhubung dengan Pelabuhan Garongkong. Jalur ini juga akan dihubungkan dengan Bandara Sultan Hasanuddin di Kabupaten Maros.
Rel Kereta api di Sulawesi Selatan memiliki lebar 1.435 milimeter. Ini jauh lebih lebar dari rel KA yang ada di Jawa dan Sumatera. Dengan rel yang lebar akan mampu menampung kapasitas yang lebih besar pula. Dengan lebar rel 1.435 milimeter, kecepatan maksimal kereta api Trans-Sulawesi mencapai 200 kilometer per jam. Di Jawa, dengan lebar rel 1.067 milimeter, kecepatan tertinggi 120 kilometer per jam.
Rel di Sulawesi juga mampu menahan beban gandar yang lebih berat. Pada rel di Jawa, jumlah beban yang bisa ditahan ialah 18 ton, sedangkan rel Trans-Sulawesi mampu menahan beban 25 ton. Dengan demikian, KA di Sulawesi akan memiliki kapasitas angkut yang lebih besar.
Jalur Trans-Sulawesi juga dirancang tidak memiliki pelintasan sebidang, sehingga perjalanan kereta tidak akan mengganggu lalu lintas jalan raya. Juga memiliki beberapa terowongan untuk hewan ternak sapi yang cukup banyak berkeliaran bebas. Maka, risiko kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan, seperti mobil atau sepeda motor, bisa dikatakan tidak ada. Kecuali terhadap hewan sapi yang sulit dihindari tertamper KA, kendati sudah disediakan sejumlah terowongan untuk dilewati hewan sapi.
KA di Sulawesi Selatan tidak hanya difokuskan membawa penumpang, namun juga untuk angkutan barang. Jalur ini akan menghubungkan titik-titik potensial. Jalur ini akan ke arah Kota Makassar, menuju Pelabuhan Makassar yang baru (Makassar New Port). Kendati sekarang baru sampai Maros dan tidak lama lagi sudah terhubung dengan Stasiun Mandai dekat Bandara Udara Internasional Hasanuddin.
Kemudian yang arah ke Barru, sudah terhubung dengan Pelabuhan Garongkong (Kab. Barru). Selanjutnya ada percabangan ( siding) ke arah Pabrik Semen Tonasa. Tujuannya adalah truk-truk yang mengangkut semen akan langsung terintegrasi dengan Stasiun Mangilu
Setelah selesai, akan terdapat tujuh stasiun besar, yaitu Stasiun Tallo (Makassar New Port), Stasiun Maros, Stasiun Pangkajene, Stasiun Tanete Rilau, Stasiun Barru, Stasiun Lumpue dan Stasiun Soreang. Selain itu masih ada 9 stasiun kecil, seperti Stasiun Parongloe, Stasiun Mandai, Stasiun Ramang-Ramang, Stasiun Labakkang, Stasiun Ma’ran, Stasiun Mandalle, Stasiun Takkalasi, Stasiun Mangkoso dan Stasiun Palanro. Juga ada tambahan 3 stasiun kecil (siding track), yaitu Stasiun Bosowa, Stasiun Tonassa dan Stasiun Garongkong. Ada juga Depo dan Balai Yasa di Maros.
Terhubung Bus Trans Mamminasata
Jalur KA Makassar–Parepare telah terhubung dengan layanan Bus Trans Mamminasata koridor Mall Panakukkang – Bandara Internasional Hasanuddin – Stasiun Maros via Jalan Tol.
Bus Trans Mamminasata beroperasi di wilayah aglomerasi Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) sejak 13 November 2021. Total panjang dilayani adalah 196 km. Sekarang sudah beroperasi 4 koridor, yaitu Mall Panakukkang Square – Pelabuhan Galesong 69 km, Mall Panakukkang Square – Bandara Internasional Sultan Hasanuddin 51 km, Kampus 2 Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) – Kampus 2 Politeknik Ilmun Pelayaran (PIP) 43 km dan Kampus Teknik Unhas Gowa – Mall Panakukkang Square 33 km.
Lebaran tahun ini bagi masyarakat Sulawesi Selatan akan terasa beda. Dengan beroperasinya KA Makassar – Parepare, masyarakat di Sulawesi Selatan sudah dapat menikmati moda KA sebagai angkutan lebaran. Moda KA tidak hanya dapat dinikmati masyarakat di Jawa dan sebagian Sumatera. Pembangunan perkeretaapian sudah merambah ke Pulau Sulawesi dan tidak lama lagi akan beroperasi di Pulau Kalimantan. (*)