English English Indonesian Indonesian
oleh

Kesenjangan Pelayanan Publik

Preferensi kepuasan masyarakat sebagai salah satu indikator penting menilai kualitas pelayanan saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara layanan publik. Karena sifatnya yang subjektif dan cenderung personal sehingga amat sulit memastikan standar kepuasan yang baku. Disinilah tantangannya. Penyelenggara layanan dituntut untuk mampu mengidentifikasi preferensi kepuasan masyarakat yang menjadi target segmennya.

Berbagai aturan dan perundang-undangan tentang pelayanan publik mewajibkan setiap institusi penyelenggara menyusun Standar Pelayanan Publik (SPP) yang menjadi pedoman dasar pelayanan. Bahkan SPP dijadikan indikator utama dalam menilai kualitas pelayanan. Perumusan SPP wajib unsur masyarakat. Selain untuk memenuhi azas partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi pelayanan, pelibatan masyarakat juga dimaksudkan untuk meminimalkan kesenjangan pelayanan.

Yang dimaksud dengan kesenjangan pelayanan adalah ketidaksusaian antara pelayanan yang diharapkan dengan pelayanan yang diterima oleh masyarakat. Apabila pelayanan yang diterima sama atau lebih tinggi dari harapan, maka menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap layanan. Sementara bila lebih rendah dari harapan akan menyebabkan ketidak-kepuasan. Harapan setiap orang terhadap pelayanan yang diinginkan inilah yang disebut sebagai preferensi kepuasan masyarakat. Artinya, tingkat kualitas pelayanan yang dinginkan atau diharapkan seseorang yang membutuhkan pelayanan.

Salah satu sumber kesenjangan pelayanan yang sering terjadi adalah kekeliruan penyelenggara mempersepsikan tentang apa yang dinilai penting dan tidak penting bagi masyarakat. Misalnya penyelenggara mempersepsikan bahwa amat penting menyediakan ruangan yang nyaman dan menggunakan sistem antrian elektronik, sehingga masyarakat betah meskipun harus antri lama-lama menunggu giliran pelayanan. Padahal, bisa saja buat masyarakat jauh lebih penting kecepatan pelayanan daripada sekadar ruang nyaman dan sistem antrian elektronik tadi. Jika demikian, karena biasanya penyelenggara menyusun standar pelayanan berdasarkan persepsinya (bukan berdasarkan harapan masyarakat), maka terjadilah gap persepsi antara harapan masyarakat dengan standar pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara.

Salah satu cara mengatasi gap persepsi adalah melibatkan masyarakat pada saat merumuskan standar pelayanan. Paling tidak, bisa dilakukan survei kebutuhan masyarakat terkait preferensi kepuasan pelayanan.

Kesenjangan bisa juga terjadi karena perbedaan antara standar dengan kinerja pelayanan yang diberikan oleh petugas. Atau perbedaan antara standar yang ditetapkan dengan informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini, umumnya terjadi karena rendahnya kapasitas SDM petugas pelayanan. Mengatasi hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM petugas pelayanan. ([email protected])

News Feed