FAJAR, MAKASSAR-Salah satu film paling ditunggu tahun ini bisa menjadi andalah yakni Film “Buya Hamka”. Film ini mengangkat sosok tokoh nasional religius sekaligus sastrawan.
Uniknya film ini dijadikan 3 part atau 3 film, karena ingin mempertahankan adegan dan alur cerita supaya emosi dan rasanya tetap terjaga. Part 1 bakal dijadwalkan tayang 20 April mendatang.
Namun, pemutaran perdananya sudah dilakukan di Studio II Epicentrum XXI, Jl HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan. Rabu, 22 Maret. Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin salah satu yang menghadiri pemutaran perdana film Buya Hamka besutan Sutradara Fajar Bustomi
Wapres RI, Ma’ruf Amin mengungkapkan, Buya Hamka adalah seorang tokoh ulama yang patut menjadi suri teladan karena memiliki keahlian lengkap.
“Saya kira [Buya Hamka], seorang tokoh yang patut kita jadikan teladan, baik sebagai tokoh ulama maupun sebagai seorang pejuang bangsa, juga sebagai sastrawan yang banyak menulis buku-buku roman,” ungkapnya.
Lebih jauh, Wapres mengapresiasi selain jalan cerita filmnya, juga para pemainnya yang dapat memerankan karakter masing-masing tokoh dengan sangat baik.
“Menurut saya jalan cerita dan juga pemain-pemainnya sangat bagus, bisa menggambarkan dan memberikan inspirasi bagi kita semua,” tuturnya.
Pada kesempatan ini, Wapres juga mengungkapkan bahwa pembuatan film Buya Hamka telah dimulai saat dirinya masih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Pembicaraan-pembicaraan tentang pembuatan film ini, ketika itu saya [masih] menjadi Ketua Umum MUI dan sering berdiskusi tentang rencana pembuatan film ini tahun 2015,” kenangnya.
Terakhir, Wapres mengimbau kepada masyarakat, khususnya generasi muda untuk menonton film Buya Hamka yang menurutnya sangat menarik dan inspiratif.
“Anjuran saya supaya masyarakat menonton film ini. Karena banyak pelajaran dan hal-hal yang bisa dijadikan teladan, serta memberi inspirasi kepada kita semua, terutama bagi kalangan muda. Nontonlah, bagaimana seorang Hamka sejak muda berjuang untuk agama, bangsa dan negara,” imbuhnya.
Produser film Buya Hamka, Chand Parwez Servia menyebutkan bahwa dirinya sangat mengagumi sosok Buya Hamka sebagai seorang kiai dan sastrawan nasionalis. Sehingga, ketika ditawari membuat film Buya Hamka, ia tidak berpikir panjang untuk menerimanya.
“Saya ingin cerita sedikit, jadi pada tahun 2014 Ketua MUI-nya masih Bang Din Syamsuddin, saya ditawarkan apakah berminat untuk membuat film Buya Hamka. Singkat kata, tahun 2014 kami [langsung] memulai proses pembuatan filmnya,” terangnya.
Menurut Parwez, proses pembuatan film Buya Hamka sangat lama, karena selain jalan ceritanya yang panjang, ia ingin menyajikan film yang sempurna. Di samping itu, pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu kendala dalam proses produksinya.
“Kita menyadari bahwa kisah ini harus disajikan dengan sempurna,” ujarnya.
Agar alur ceritanya tuntas, tutur Parwez, film Buya Hamka ini akan dibuat dalam 3 bagian dan film yang diputar hari ini adalah bagian yang pertama. Ia berharap selain besar gaungnya, film ini juga memiliki manfaat yang besar dan pesan dakwah yang kuat bagi masyarakat.
“Diharapkan film Buya Hamka ini memberikan pencerahan dan menjadi sebuah ilustrasi yang baik sehingga mempunyai nilai-nilai yang positif,” harapnya.
Sutradara Fajar Bustomi mengaku mempersiapkan diri sebelum membuat film “Buya Hamka” dengan melakukan riset atas buku-buku apa saja yang dipelajari Buya Hamka.
Ia juga membaca buku-buku karangan dan tentu saja juga buku-buku biografi tentang sosok bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah tersebut. Sementara proses produksinya sendiri memakan waktu hingga 6 bulan dengan lokasi syuting di Bukittinggi, Jakarta, Semarang, Tegal, Ambarawa, Ciawi dan Kairo (Mesir).
“Dan setelah proses editing ternyata draft 1 filmnya berdurasi hingga 7 jam. Awalnya pihak produser menginginkan film “Buya Hamka” dibagi dalam 2 bagian saja,” ucapnya.
Draf pertama kata Fajar, berdurasi 7 jam. Awalnya dibuat menjadi 2 part atau 2 film sesuai skenario dengan durasi 2,5 jam per filmnya. Akibatnya banyak adegan yang dibuang, membuat rasa filmnya terlalu tergesa-gesa.
“Terjadilah diskusi dengan produser, akhirnya filmnya dijadikan 3 part atau 3 film karena ingin mempertahankan adegan dan alur cerita supaya emosi dan rasanya tetap terjaga, ” ujar Fajar.
Dalam film ini, aktor Vino G. Bastian memerankan tokoh utama sebagai Buya Hamka, serta didukung oleh beberapa aktris dan aktor ternama lainnya, seperti Laudia Chyntia Bella, Donny Damara, Anjasmara, Ayu Laksmi, dan Dessy Ratnasari.
Film Buya Hamka bagian pertama ini bercerita tentang fase kehidupan Buya Hamka setelah menikah. Film ini secara tajam menyoroti bagaimana Buya Hamka, sebagai Ulama Muhammadiyah, menyampaikan dakwah secara santun namun dengan karakter yang tegas dan kuat.
Dikisahkan pula, bahwa selain menjadi seorang ulama dan tokoh pemikir terkemuka, Buya Hamka juga aktif sebagai sastrawan yang produktif.
Adapun karya sastranya yang terkenal diantaranya novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dan Di Bawah Naungan Ka’bah, sedangkan beberapa buku dakwah yang ditulisnya seperti tafsir Al Azhar, Tasawuf Modern, dan Falsafah Hidup.
Selain itu, dalam film ini jelas tergambar bahwa Buya Hamka juga merupakan seorang pejuang yang gigih dalam melawan penjajah Belanda dan Jepang menjelang dan setelah kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui pidato dan tulisan-tulisannya yang mengobarkan api semangat perjuangan. (wis/*)