Penulis: Dr Adrian Rusmin SH, MH ( Advokat/Pengacara)
PUTUSAN perdata pengadilan negeri (PN) Jakarta pusat yang mengabulkan gugatan partai prima terkait penundaan pemilu di 2024, hakim telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara yang seharusnya bersifat administrasi.
Kewenangan pengadilan negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH) telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Pasal 10 dan pasal 11 mengatakan bahwa, jika ada pihak yang mengajukan perkara (PMH) ke Pengadilan Negeri, maka Pengadilan Negeri harus melimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena bukan yurisdiksinya.
Penundaan pemilu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat 1, bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali, di undang- undang pemilu Pasal 167 ayat 1 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017, sangat terang benderang juga mengatur, bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali, dengan adanya peristiwa seperti ini, Komisi Yudisial (KY) harus bertindak tegas.
Putusan hakim tersebut bertentangan dengan konstitusi, putusan perdata Pengadilan Negeri (PN) tersebut harus dihadapi dengan upaya hukum banding, bila perlu sampai kasasi. Ini preseden buruk profesionalisme hakim terhadap, penegakan hukum aturan undang –undang, dalam hal ini mencampur aduk ranah hukum perdata dan hukum administrasi.
Saat putusannya mengubah jadwal tahapan penundaan pemilu, tetap bukan kewenangan pengadilan perdata untuk memutuskan, pengadilan perdata fokus masalah perdata saja. Ketika terbukti ada kerugian dari penggugat, hakim semestinya hanya menjatuhkan sanksi perdata, karena putusan tersebut telah melanggar yurisdiksi yang seharusnya bukan ditangani Pengadilan Negeri.
Bila ada sengketa tentang proses pemilu seharusnya yang berwenang mengadili adalah dewan pengawas pemilu (bawaslu), dan pengadilan tata usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan perdata, bila ada sengketa tentang hasil pemilu maka yang berwenang adalah MK, ranah hukum pemilu, kewenangan masing – masing peradilan telah diatur di undang- undang, terkait persoalan hukum pengadilan perdata wajib patuh terhadap undang-undang pemilu. (*)