English English Indonesian Indonesian
oleh

Pajak Naik Daun

Belakangan ini kata pajak sedang “naik daun”, terutama sejak tertangkapnya Mario Dandy Satrio (MDS), anak Rafael Alun Trisambodo (RAT), Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II Kemenkeu, atas kasus penganiayaan terhadap seorang anak yang berusia 17 tahun bernama David.  Konon kejadian itu bermula dari laporan mantan pacar MDS tentang perlakuan David terhadapnya. Ini mengingatkan kita pada Putri Candrawati (PC) yang juga melapor kepada suaminya Ferdi Sambo (FS) tentang pelecehan seksual yang dilakukan Joshua terhadap PC. Ini memberi pelajaran untuk berhati-hati melaporkan perbuatan seseorang sebelum mengetahui duduk perkara yang sesungguhnya untuk menghindari kekalapan, seperti yang terjadi pada FS terhadap Joshua yang berujung pada kematiannya dan MDS terhadap David yang membuatnya koma hingga sekarang.

Kenapa kata pajak “naik daun”? Ini karena kasus MDS berimbas tidak hanya pada bapaknya  yang dicopot dari jabatannya bahkan terancam dipecat sebagai ASN yang karena penampilannya yang memamerkan kekayaan membuat bapaknya diperiksa harta kekayaannya yang berjumlah 56M dan menjadi subjek LHKPN dan KPK, tapi kejadian ini juga menyoroti ASN lainnya di lingkup Kemenkeu. Kejadian ini bagai “badai” di Kemenkeu, tak heran jika SR menuai banyak kritikan terkait pengawasan terhadap bawahannya karena ia bertindak setelah kasus ini viral di media sosial. Tapi SR menampik tudingan tersebut karena sebelumnya ia telah mendeteksi 69 ASN Kemenkeu yang bergaya hedon dan masuk dalam jeratan “pejabat risiko tinggi”.

Seperti biasanya, di media-media sosial banyak postingan/gambar/video sarkastik yang berkaitan dengan ulah ASN pajak/keluarganya. Misalnya, postingan yang  konon beredar  di kalangan keluarga pejabat untuk hidup prihatin dalam situasi genting dengan menjadikan Grab atau Gojek sebagai alat transportasi, menghapus foto-foto postingan yang bermobil mewah dan mengunci kolom komentar. Semua itu dilakukan agar anggota keluarga (terutama bapak sebagai pejabat) tidak dicopot atau dipindah-tugaskan. 

Ada video tentang gambaran istri pejabat merespons kasus MDS. Video ini menayangkan bagaimana seorang istri pejabat menasihati anaknya untuk berhati-hati jika berantem gara-gara perempuan dan berkaca pada kasus MDS. Ini karena si ibu takut suaminya/bapak anak-anaknya  diperiksa. Ia juga meminta anaknya untuk tidak memamer mobil mewah di media sosial, cukup dimajumundurkan di garasi, makan seadanya, seperti halnya si ibu juga memakai kaos yang sudah bolong sebagai bentuk “pencitraan” istri pejabat yang sedang prihatin. 

Dalam kaitan dengan pembayaran pajak, ada postingan foto rumah dari sudut pandang yang berbeda: dari mata bank (rumah kita menjadi rumah yang jatuh harga), dari mata pemiliknya (nilai rumah sesuai dengan aslinya), dan dari mata kantor pajak (rumah kita menjadi rumah mewah, sehingga pembayaran pajaknya juga tinggi). Ini mengindikasikan nilai rumah sangat bergantung pada siapa yang menilainya, jika mau meminjam di bank nilainya cenderung anjlok, tapi jika mau membayar pajak nilainya cenderung  meningkat.

Guyonan sarkastik tak mau kalah muncul di media-media sosial. Jika pegawai pajak mengendarai mobil mewah Rubicon, maka pembayar pajak memakai motor butut. Ini direspons dengan komentar sarkastik, bahwa masyarakat tidak usah membayar pajak karena yang menikmati adalah pegawai pajak dan keluarganya. Tapi ada yang berkomentar, bahwa jika masyarakat tidak membayar pajak, bagaimana pegawai pajak bisa membeli Rubicon. Oleh karenanya, bayarlah pajak demi membantu para pegawai pajak untuk hidup hedon biar kita “bangga bayar pajak” karena “orang bijak taat pajak”, sebagaimana slogan pajak di Indonesia.

News Feed