Para ahli tafsir sepakat, perkataan “Subhanallah” dalam membuka tabir kisah Isra’ Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah ungkapan yang penuh makna dan kebesaran Allah dalam mengatur seluruh isi alam jagad raya. Dengan Subhanallah, Allah memuliakan kedudukan diri-Nya dan mengagungkan urusan-Nya karena kuasa-Nya untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat diperbuat oleh siapapun selainNya. Pada separuh malam perjalanan Isra’ dilengkapi dengan perjalanan Mikraj. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Sebab, pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah sekaligus titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah Saw. Perjalanan ini juga menantang para ilmuawan yang mendominasi logika mereka namun belum mampu menerimanya. Dalam kenyataan peristiwa Isra Mikraj sangat sulit dianalisa, namun harus diimani. Walaupun demikian kita tidak bisa menafikan peran akal yang membuat manusia menjadi lebih mudah hidupnya. Karena dari akal manusia, ilmu dan teknologi terus berkembang. Peristiwa Isra Mikraj adalah peristiwa yang
Salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mikraj ketika Rasulullah Saw “berjumpa” dengan Allah Swt. Ketika itu, Beliau memberi salam “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah Swt pun membalas dengan berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”. Sedangkan Seyyed Hossein Nasr (1993), mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mikraj mencerminkan hakikat spiritual dari salat yang dijalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian, salat adalah mikraj-nya orang-orang beriman.
Seperti yang kita ketahui bahwa salat adalah salah satu jalan bagi seorang hamba untuk bertemu dengan tuhan-Nya (mikraj). Salat adalah kewajiban dengan pijakan dalil yang tak terbantahkan. Sh\alat bukan hanya gerakan fisik saja tapi juga pada saat yang bersamaan diikuti dengan penyatuan hati dengan Dzat yang tengah disembah. Sebagai salah satu bentuk kesalehan yang sangat penting, diharapkan ketika salat kita memnghadirkan jiwa dan raga. Fokus kepada satu titik pusat yang kita imani: Allah. “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia (Tuhan) yang menciptakan seluruh langit dan bumi, secara hanif dan berserah diri (Muslim), dan aku tidaklah termasuk mereka yang musyrik.(Qs. Al-An’am:79).
Imam Al-Ghazali menyebutkan ada enam aspek yang harus hadir ketika salat. Secara bringkas disini disebutkan, pertama, Hadirnya hati. Hati itu kosong dari selain apa yang akan bercampur padanya dan membuang segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan salat kita. kedua Pemahaman. Kita harus paham akan makna dari lafadz bacaan salat. Hadirnya hati dan pemahaman yang benar akan makna-makna bacaan yang kita baca itulah pemahaman. Ketiga, Pengagungan, mengagungkan Dia sebagai Zat yang maha Besar serta maha Agung. Keempat, Ketakutan, ungkapan tentang takut terhadap baik dan buruknya perilaku hamba dan ketakutan terhadap msesuatu yang dia hormati, Tuhan yang dia sembah. Kelima, Harapan, dengan salat bisa berharap terhadap pahala Allah Swt sebagaiman takut pada siksa Allah atas kelalaiannya. Kenam, Malu, karena sering dikalahkan oleh hawa nafsu, sering melalaikan kewajiban dan perintah-Nya, kita harus selalu menyadari dan meyakini bahwa Allah itu Maha Mengetahui segala rahasia dan semua yang terlintas di dalam kalbu kita. Wallahun a’lam. (*)