FAJAR, MAKASSAR – Perkembangan teknologi menjadi tantangan bagi UMKM melakukan transaksi ekspor. Potensi gagal bayar makin meningkat.
Country Director Indonesia CRIF Indonesia Novi Rolastuty, menyebut ada tujuh risiko yang menghantui pelaku ekspor, di antaranya risiko kredit perdagangan, politik di negara tujuan, dokumen, perbedaan valuta asing, peristiwa tak terduga, hukum, dan transportasi.
Keseluruhan risiko itu kata dia, menjadi kendala dalam menunaikan tujuan utama ekspor, yaitu pembayaran kembali yang dilakukan oleh buyer (pembeli). Menurutnya, profil perusahaan menjadi salah satu informasi penting, apalagi setiap negara punya cara dan profil pembayaran yang berbeda.
“Kalau pembayarannya dilakukan di awal tentu risiko tidak ada, tetapi jika ia menggunakan metode kredit atau pembayaran setelah barang tiba tentu (risiko) cukup besar,” terangnya dalam Dialog Peningkatan Ekspor Indonesia dengan Kolaborasi, Aman, dan Terkendali di The Rinra Hotel Kamis, 9 Februari.
Ini menjadi salah satu alasan, pihaknya sebagai penyedia informasi bekerja sama dengan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) memitigasi risiko ekspor. Penyediaan informasi akan diberikan kepada para pelaku ekspor sebelum melakukan pengiriman kepada buyer.
“Ada alamatnya tidak terbaca, atau company yang tidak aktif secara operasional, bahkan keuangan tidak stabil, semua tantangan itu dihadapi pelaku ekspor,” lanjutnya.
Jika risiko bisa ditanggulangi, tentu akan memberi pengaruh pada kinerja ekspor yang dilakukan.