FAJAR, MAKASSAR-Mahasiswa sangat identik dengan buku. Membaca buku membuat intelektualitas seorang mahasiswa terjaga. Selain itu, baca buku juga sebuah gerakan melawan krisis kelesuan intelektual di lingkungan kampus. Demikian latarbelakang dua lembaga kemahasiswaan Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Nobel Indonesia Makassar mengadakan kegiatan Gerakan Nobel Membaca 1000 Buku.
Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Nobel Art, Wawan mengatakan bahwa gerakan Nobel Membaca Seribu Buku adalah sebuah gerakan yang membangun atau menarik orang-orang di lingkungan untuk berani memulai berliterasi, sebab Indonesia, Makassar khususnya dipandang sebagai bangsa yang masih krisis literasi.
“Literasi dipandang secara umum menempati ruang dan posisi strategis, sebagai wilayah kerja peradaban, bahkan di dalam kitab suci Al-Qur’an pun dengan sejumlah ayat yang terbentang di dalamnya menjelaskan secara tegas bahwa pengaruh literasi untuk kemajuan peradaban sangat berperan,” tegasnya.
Menurutnya lagi, literasi bukan hanya menawarkan dan menemukan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang bisa dipilih untuk menjadi modal memengaruhi kehidupan dan memberikan solusi atas kehidupan, serta memberikan setiap solusi problematika yang dihadapi.
“Terbentuknya kegiatan ini adalah sebagai langkah awal untuk membangkitkan semangat literasi dalam lingkungan lembaga kemahasiswaan Nobel Indonesia khususnya para mahasiswa, dosen dan civitas akademika,” kuncinya.
Ketua Himpunan Mahasiswa Sistem dan Teknologi Informasi (HIMASTI) Nobel Indonesia, yang juga menjadi pelopor gerakan literasi membaca ini, M Reski S, mengatakan bahwa literasi di zaman yang serba teknologi sekarang ini sangat penting.
“Kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa seseorang yang mampu membaca dan menulis dapat didefinisikan orang yang melek huruf,” jelasnya.
Sejak hadirnya teknologi khususnya, kata dia, teknologi informasi yang dibutuhkan adalah memikirkan pemikiran yang kritis dan menelaah semua informasi yang didapatkan agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan di era literasi digital.
Menurutnya, hal ini merupakan jawaban atas semua yang ada untuk menghadapi era digital, apalagi kebanyakan mahasiswa banyak yang kurang dalam hal literasi. Ini tentu berakibat fatal untuk perkembangan mahasiswa itu sendiri.
Oleh sebab itu, menurutnya, dengan adanya gerakan ini dua lembaga nobel dari HIMASTI dan UKM Nobel Art berharap dapat meningkatkan literasi di lingkungan kampus sehingga budaya membaca bisa dihadirkan di dalamnya.
“Karena kami percaya dengan ini semua, gerakan membaca bukan hanya meningkatkan kualitas mahasiswa, tapi semua yang berada di lingkungan kampus bahkan seluruh masyarakat kota Makassar dan Indonesia,” pungkasnya. (mia/*)