Oleh : SUNTONO, Kepala BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Isu kemiskinan senantiasa menarik dikonsumsi, didiskusikan, juga diperdebatkan. Luasnya cakupan dimensi kemiskinan, menyediakan sudut pandang yang terbuka, sehingga dapat diamati, didalami, dan dimaknai dari berbagai sudut pandang.
Konstelasi kemiskinan yang demikian, dianalogikan sebagai menu sajian yang menarik bahkan menggoda untuk dihidangkan kapan pun dan dimana pun. Menengok angka kemiskinan di Sulawesi Selatan pada September 2022 tercatat 8,66 persen. Meningkat tipis dibandingkan dengan keadaan Maret 2022 yang mencapai 8,63 persen atau meningkat (0,03 persen poin). Angka peningkatan tersebut sama persis dengan angka peningkatan kemiskinan nasional dalam periode yang sama.
Secara nasional terdapat 25 provinsi mengalami kenaikan bervariasi dan Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan kenaikan kemiskinan paling kecil. Sembilan provinsi lainnya mengalami penurunan. Ketimpangan pengeluaran Sulawesi Selatan pada Maret 2022 sebesar 0,377 menjadi 0,365 pada September 2022, atau mengalami penurunan sebesar 0,012 poin. Angka nasional dalam periode yang sama mengalami penurunan 0,017 poin. Angka kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran Sulawesi Selatan sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya juga dipersepsikan oleh publik dari berbagai sudut pandang. Capaian tersebut bisa dipersepsikan negatif, bisa pula positif. Sebagaimana sifat dari data statistik, dia independen, imparsial, juga bebas nilai. Data dihasilkan semata-mata bagian dari pengembangan ilmu, karenanya tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan apapun dan oleh siapapun. Sehingga, sangat tergantung oleh siapa dan untuk kepentingan apa data tersebut dipersepsikan.
Dari sisi pemerintah daerah capaian tersebut dipersepsikan sebagai bentuk keberhasilan karena mampu menahan kenaikan kemiskinan agar tidak lebih tinggi dengan berbagai program bantalan sosial. Untuk diketahui pemerintah pusat melakukan penyesuaian harga BBM pada bulan September 2022. Atas kebijakan menyebabkan kenaikan harga-harga sehingga inflasi gabungan lima kota di Sulawesi Selatan mencapai 1,12 persen (month to month). Namun, dari pihak lain mungkin saja dipersepsikan sebagai kegagalan pemerintah.
Kredensial
Proses bisnis penghitungan kemiskinan mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Bank Dunia. Metode ini digunakan untuk menjaga keterbandingan dengan negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Juga dilakukan kalibrasi dalam setiap tahapan mulai dari perencanaan sampai dengan pengolahan, analisis, dan diseminasi. Begitu ketatnya jaminan kualitas data kemiskinan untuk memberikan garansi dari sekecil mungkin kekeliruan. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan, mengingat data kemiskinan sangat menyita perhatian publik juga concern dari penyelenggara negara. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) digunakan untuk menghitung angka kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Susenas dilakukan dua kali setahun (Maret dan September). Susenas Maret untuk estimasi hingga level kabupaten/kota sedangkan Susenas September untuk estimasi level provinsi. BPS mengumpulkan data Susenas sejak tahun 1963. Dengan demikian secara metodologi sudah sangat baik mengingat telah mengalami berkali-kali perbaikan dan penyesuaian seiring dengan dinamika perubahan yang terus berjalan.
Kebijakan
Dengan melihat begitu kredensialnya penghitungan angka kemiskinan dibutuhkan pemahaman yang memadai dari pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum. Sebaik apapun menu yang disajikan, manakala pengguna belum memiliki pemahaman yang baik, maka pemanfaatannya kurang optimal. Oleh karenanya, sejalan dengan harapan itu, penyebarluasan informasi yang benar di ruang publik merupakan bagian dari edukasi. Masih sering kita dengar konsep kemiskinan BPS dibandingkan dengan konsep kemiskinan dengan pendekatan US$ 1 atau US$ 2 Bank Dunia. Kemiskinan BPS menggunakan pendekatan konsumsi kalori setara dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Ditambah dengan pengeluaran primer non makanan. Kedua pengeluaran tersebut dapat diuangkan atau disetarakan dengan rupiah. Nilai rupiah dari dua jenis pengeluaran tersebut dinamakan garis kemiskinan. Garis kemiskinan Sulawesi Selatan keadaan Maret 2022 setara dengan Rp399.755,- per kapita per bulan.
Bagaimana dengan pendekatan atau kriteria US$ 1 atau US$ 2, tidak jarang dari mereka memahami US$ 1 atau US$ 2 disetarakan dengan nilai tukar (exchange rates). Pemahaman ini sangat keliru. Karena yang dimaksudkan dengan US$ 1 atau US$ 2 sesungguhnya US$ 1 atau US$ 2 PPP (Purchasing Power Parity). Arti dari PPP adalah dengan US$ 1 dibelanjakan di Amerika, maka dihitung nilai setaranya dalam rupiah jika barang dan jasa tersebut diperoleh di Indonesia. Dengan definisi itu tentu sangatlah berbeda antara US$1 atau US$ 2 PPP dengan exchange rates. Nampaknya sederhana tetapi tidak mudah. Penguasaan pemahaman dipandang sangat penting. Kesalahan dalam memahami substansi berdampak pada kebijakan yang keliru. Pun demikian dengan pemerhati dan pengamat bisa salah dalam memberikan komentar. Statistik adalah pembuka mata untuk melihat realitas dunia. Semoga bermanfaat. (*)