FAJAR, MAKASSAR – Perusahaan akan disanksi jika tak memiliki sertifikat halal pada Oktober 2024. Aturan itu berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 beserta turunannya.
Ketiga produk tersebut antara lain, makanan dan minuman; kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
“Tiga kelompok produk ini harus sudah bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024. Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya,” kata Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham di Jakarta, Jumat (13/1).
Sanksinya bertahap, mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sanksi tersebut sesuai ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 tahun 2021.
“Sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau seluruh pelaku usaha segera mengurus sertifikat halal produknya,” imbuh Aqil.
Saat ini, lanjut Aqil, BPJPH juga membuka fasilitasi Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI). “Ini kita buka sepanjang tahun bagi UMK yang mengajukan sertifikasi dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare),” ujarnya.
Diketahui, realisasi target sertifikasi halal sepanjang 2022 jauh dari yang direncanakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat pada 2022 hanya menggelar sidang penetapan halal untuk 105.326 laporan atau usulan pelaku usaha.
Sertifikasi ini harus digenjot sebab Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan 10 juta sertifikasi halal hingga 2024. (bs/dir)