English English Indonesian Indonesian
oleh

APBN Cuma Segitu?

OLEH: Mardiyana, Pegawai Kementerian Keuangan Kanwil DJPb Sulsel

“APBN cuma segitu..” lalu diikuti emoji tertawa. Begitu status WA seorang teman beberapa waktu lalu. Sontak, sebagai seorang ASN yang hampir setiap hari berkutat dengan pekerjaan terkait APBN merasa “terusik”. Benarkah hanya segitu?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Wujud rupa APBN adalah daftar rincian sumber pendapatan negara dan pengeluaran negara dalam satu tahun.

Ada beberapa fungsi APBN. Tiga diantara fungsi yang paling populer adalah fungsi alokasi (membuat ekonomi semakin efisien dan tidak distortif), fungsi distribusi (menyalurkan anggaran negara secara adil dan merata), dan fungsi stabilisasi (menstabilkan keadaan ekonomi negara). Adapun fungsi lainnya adalah otorisasi, perencanaan, dan pengawasan.

Lantas bagaimana APBN berperan dalam perekonomian negara? Dalam beberapa kasus, pemerintah menggunakan APBN sebagai instrumen utama dalam “merekayasa” kondisi perekonomian sehingga dapat diarahkan pada pertumbuhan yang berkelanjutan.

Contoh pada awal pandemi Covid-19. Masalah kesehatan secara masif menjalar ke berbagai sektor. Tingkat penularan yang sangat tinggi memaksa pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas sosial. Sekolah, perkantoran, pusat perbelanjaan ditutup. Segera, permintaan merosot. Hanya sektor Infokom yang tumbuh tinggi seiring peralihan metode pertemuan langsung menjadi online. Sektor lainnya melambat, bahkan terkontraksi.

Mekanisme pasar gagal, dan APBN menjadi motor penggerak utama perekonomian. Dari sisi pendapatan, melemahnya aktivitas perekonomian berdampak pada merosotnya kinerja penerimaan negara. Namun untuk menggerakkan perekonomian, belanja pemerintah justru harus diekspansi. Kebijakan countercyclical lalu berdampak terhadap defisit APBN yang melebar melampaui batas yang ditentukan dalam Undang-Undang. Pembiayaan pun membesar namun tetap dikelola dengan penuh kehati-hatian.

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mempercepat penanganan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 dianggarkan sebesar Rp695,2 triliun. Alokasi tersebut digunakan untuk mendanai beragam bantuan pemerintah yang tersebar dalam enam klaster: kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi, dan sektoral Kementerian dan Pemda.

Di klaster kesehatan misalnya, jenis bantuan pemerintah diberikan dalam bentuk antara lain belanja penanganan covid-19 dan insentif tenaga medis. Contoh lain di klaster perlindungan sosial antara lain BLT Sembako, BLT Dana Desa, dan kartu pra kerja. Lalu di klaster UMKM dengan tambahan subsidi bunga KUR dan penempatan dana untuk restrukturisasi kredit.

Kebijakan pemerintah yang komprehensif menyasar aspek kesehatan dan ekonomi serta dari sisi produksi dan konsumsi sekaligus selama hampir tiga tahun terakhir telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Perekonomian Indonesia berangsur pulih. Defisit anggaran yang ditargetkan kembali pada tatanan normal di tahun 2023 bahkan telah tercapai di akhir tahun 2022. Benarkah APBN hanya segitu?

Situasi lainnya. Saat pandemi mulai mereda dan ekonomi mulai tumbuh positif, di awal tahun 2022 lalu perekonomian Indonesia kembali terdampak guncangan tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang memicu inflasi global. Kondisi ini menjadi isu serius karena berdampak pula terhadap kenaikan harga komoditas domestik dan memicu inflasi.

Dalam proses menuju pemulihan ekonomi, APBN berperan vital sebagai shock absorber. Guncangan akibat inflasi ini terjadi beberapa kali. Inflasi juga sempat dipicu oleh kelangkaan minyak goreng, lalu kebijakan penyesuaian harga BBM. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah melalui belanja APBN telah menyalurkan BLT minyak goreng, BLT BBM, dan bantuan subsidi upah. Diharapkan shock yang besar dapat diredam oleh APBN sehingga masyarakat hanya merasakan sedikit vibrasinya. Yakin APBN hanya segitu?

Mari kita buka datanya. Di wilayah Sulawesi Selatan sendiri, realisasi penyaluran bantuan pemerintah tahun 2022 yang dikemas dalam PEN tercatat Rp7,18 triliun. Terdiri dari Bidang Perlindungan Sosial Rp4,28 triliun dengan rincian Program Keluarga Harapan Rp1,14 triliun; Sembako Rp1,46 triliun; BLT Dana Desa Rp882 miliar; BLT minyak goreng Rp188 miliar; BLT BBM Rp415 miliar; dan subsidi upah Rp198 miliar. Realisasi Bidang Kesehatan Rp763,5 miliar dan Bidang Sektoral K/L dan Pemda Rp2,14 triliun.

Belum lagi yang tercatat dalam Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan KUR, pelaku UMKM memperoleh bantuan permodalan dari lembaga perbankan dengan tingkat bunga yang jauh lebih rendah dibandingkan tingkat suku bunga kredit pada umumnya karena pemerintah memberikan subsidi bunga. Selama tahun 2022, realisasi KUR Rp17,6 triliun melampaui target yang ditetapkan untuk Sulsel Rp16 triliun. 

Program di atas hanya sebagian kecil dari program pemerintah yang didanai APBN. Hanya contoh anggaran yang digelontorkan pemerintah guna merespons gejolak sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat. Selain itu ada banyak program lain dengan alokasi anggaran besar dan dialokasikan secara rutin dan berkelanjutan. Misalnya pendidikan, ekonomi, bahkan pada skop yang lebih spesifik program penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem.

Berdasarkan data Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulsel, total anggaran belanja APBN tahun 2022 Rp50,78 triliun. Belum termasuk anggaran bantuan pemerintah yang disalurkan secara terpusat. Dibandingkan jumlah PDRB Sulsel sampai dengan triwulan III saja yang mencapai Rp446,67 triliun, porsi APBN memang relatif kecil. Akan tetapi, perlu diingat bahwa APBN dirancang sedemikian rupa agar memiliki multiplier effect terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya. Melalui belanja infrastruktur jalan misalnya, mendukung akselerasi aktivitas perekonomian karena mempermudah arus distribusi barang/jasa.

Jadi masih kekeuh APBN cuma segitu? Saya rasa tidak ya, kawan! Bukan hanya sekadar nominal. Melalui APBN yang jumlahnya terbatas, pemerintah berupaya maksimal untuk mengoptimalkan peran APBN dalam mendukung perekonomian tumbuh lebih kuat. (*)

News Feed