Publik tidak bisa mengelak dari data elektabilitas yang dikeluarkan oleh Indikator Politik, bahwasanya ia berada diurutan nomor tiga sebagai kandidat Pilpres 2024 dengan jumlah persentase sebesar 14,4 %, di atasnya ada Ganjar (18, 7%) diurutan pertama dan Prabowo diurutan kedua (16, 8 %). Anies Baswedan merupakan capres yang akan diusung oleh koalisi tiga partai, Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Meskipun demikian, hingga saat ini baru Nasdem yang secara resmi mendeklarasikan dukungannya kepada Anies. Sementara Partai Gerindra disebut akan mengusung Prabowo Subianto bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kedua partai telah menyatakan berkoalisi meskipun koalisi tersebut belum secara resmi menyatakan dukungan kepada Prabowo. Namun, kepopuleran Anies diiringi dengan tingginya interaksi warganet terhadap kandidat berupa like, share, comment, reply, selama September 2022. Tak pelak, Anies menjadi kandidat terkuat capres 2024.
Hal ini harus diikuti juga oleh Anies untuk terus melakukan kunjungannya ke daerah-daerah dalam bersilaturahmi dengan masyarakat. Meskipun popularitasnya tinggi di media sosial. Sebagai kandidat potensial yang sudah diusung oleh Partai Nasdem, Anies tak bisa hanya berdiam diri dan bersosialisasi di media sosial saja turun langsung ke lapangan adalah bentuk keseriusannya untuk menjadi pemimpin Indonesia selanjutnya.
Dengan itu, masyarakat bisa langsung melakukan penilaian terhadap calon pemimpin selanjutnya. Dibandingkan dengan Ganjar dan Prabowo. Anies ini jauh lebih pintar sekaligus berbahaya. Sebagai lulusan ilmu politik Amerika Serikat, ia tahu benar bagaimana menguasai sentimen publik dan membangkitkan narasi ketidakadilan dalam masyarakat Islam. Retorikanya mungkin bisa kita anggap kosong, tapi ia bisa memainkan dengan baik mengikuti segmen massa yang didatanginya; perihal yang tidak mudah dilakukan oleh Prabowo dan Ganjar. Bahkan, jika dilihat jejak sebelumnya, ia bisa melakukan transformasi secara total dari pendulum pendukung Jokowi menjadi barisan lawan politiknya hanya dalam hitungan bulan saja.
Di awal tahun 2023 ini menjadi batu loncatan untuk bakal calon agar bisa menunjukkan dirinya dan maju sebagai Calon Presiden 2024 nantinya. Perbincangan di dunia maya pun semakin liar dimana makin banyaknya hoaks dan tuduhan politik identitas yang mengarah manis ke Anies Baswedan. Namun, tuduhan itupun sangat tidak irasional dan digadang sebagai tuduhan itu yang jelas mengada-ada. Pasalnya, selama memimpin Ibu Kota, Anies Baswedan menjadi nakhoda semua masyarakat tanpa memandang latar belakang seperti agama dan ekonominya.
Oleh karenanya, dalam menghadapi hoaks tersebut, selain klarifikasi, pemberitaan positif soal Anies tak boleh juga berhenti. Pembunuhan karakter itulah yang dilakukan melalui buzzer, melalui berita hoaks, melalui berita-berita negatif. Pokoknya yang keluar dari kuburnya Anies, (menurut buzzer) itu tidak bagus. Salah satu cara untuk membunuh karakter itu melalui media, apalagi media sosial seperti ini.
Ideologi ini seperti perjalanan yang nyaman dan enak itu biasanya tidak akan pernah mengantarkan mereka ke puncak manapun. Sementara, jika mereka memilih jalan yang mendaki walaupun dalam suasana kegelapan, mereka pasti akan sampai ke puncak. Apalagi kita tahu, politik bukan persoalan mencari orang baik, tapi memenangkan pertarungan.
Partai politik, apapun ideologinya, selalu punya pertimbangan persoalan itu. Sementara, oligarki, yang memiliki stok sumber uang yang tak terbatas punya kepentingan terhadap aset-asetnya. Mereka akan mendanai yang memang dianggap mampu untuk berkompetisi. Hal ini lah yang menjadi acuan Anies Baswedan untuk tetap memberikan performance dan menujukkan kalau dia pantas menjadi Presiden Republik Indonesia di tahun 2024. (*)