OLEH: Sri Andayani, Penyuluh Ahli Muda KPP Pratama Jakarta, Kramat Jati
Pemerintah telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat dalam rangka membantu permodalan dan pemberdayaan para pelaku UMKM. Salah satu syarat pengajuan pinjaman atau kredit ke bank adalah NPWP. Adanya syarat tersebut, wajib pajak pelaku UMKM berbondong-bondong mendatangi kantor pajak terdekat untuk mendapatkan NPWP dan ada juga wajib pajak yang melakukan konsultasi terkait status NPWP yang tidak valid.
Apakah dengan mendapatkan NPWP atau melakukan perubahan NPWP menjadi valid, kedepannya tidak ada kewajiban yang menyertainya?. Sebagai salah satu petugas penyuluh pajak dari salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, banyak mendapati wajib pajak pelaku UMKM tidak melakukan kewajiban perpajakannya setelah mendapatkan NPWP, salah satunya adalah kewajiban pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan.
Kewajiban perpajakan bagi pelaku UMKM saat ini hangat diperbincangkan setelah diberlakukannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sebagai bentuk keberpihakan pemerintah pada wajib pajak pelaku UMKM. Menurut UU HPP pasal 7 ayat (2a) wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai pajak penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.
Dengan ini, pelaku UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omzet kurang dari Rp500 juta per tahun, maka dibebaskan dari Pajak Penghasilan final tetapi wajib pajak diwajibkan melakukan pencatatan atas omzet yang diperoleh sebagai dasar pelaporan SPT tahunan. Ketentuan mengenai batasan omzet ini mulai berlaku pada tahun 2022.
Apabila wajib pajak pelaku UMKM memiliki omzet diatas Rp500 juta per tahun, wajib pajak dikenakan tarif PPh final sebesar 0,5% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Sebagai contoh, wajib pajak memiliki omzet sebesar Rp800 juta dalam 1 (satu) tahun pajak, maka hanya peredaran bruto senilai Rp300 juta saja yang dikenai PPh final UMKM. Berikut langkah-langkah wajib pajak melakukan pembayaran PPh final UMKM:
- Membuat kode billing melalui djponline.pajak.go.id.
- Membayar pajak atas billing yang dibuat baik melalui kantor pos, bank persepsi, internet banking, atau mobile banking.
- Menyimpan bukti pembayaran/bukti penerimaaan negara untuk dilampirkan dalam SPT tahunan.
Terkait kewajiban pelaporan pajak, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2013 wajib pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final dianggap telah menyampaikan SPT masa. Bagi wajib pajak UMKM baik yang memiliki omzet dibawah Rp500 juta atau diatas Rp500 juta per tahun tetap melakukan pencatatan atas omzet yang diperoleh dan melaporkan omzetnya tersebut dalam SPT tahunan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assessment, dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sistem perpajakan tersebut, diharapkan wajib pajak dapat menghitung, membayar dan melaporkan pajak terutangnya sendiri secara benar.(*)